REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga ketua fraksi DPRD DKI menyampaikan, dewan legislatif tidak bermaksud menurunkan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dengan hak angket. DPRD hanya ingin tindakan Basuki yang dianggap melanggar konstitusi tidak diikuti masyarakat.
"Gubernur DKI memang tidak pernah merasa bersalah. Kita hanya ingin tunjukkan pada publik bahwa Ahok itu salah secara konstitusi, dan tidak boleh ditiru," tutur Ketua Fraksi PDIP, Jhoni Simanjuntak usai rapat pimpinan DPRD DKI, Senin (16/2).
Jhoni tetap berpegang pada Undang-Undang, bahwa fungsi bujeting ada di DPRD. Karena itu, berkas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang diajukan ke Kementerian Dalam Negeri, harus draft yang telah disetujui seluruh anggota legislatif melalui rapat paripurna.
Ketua Fraksi PPP, Maman Firmansyah menyampaikan saat ini seolah-olah Basuki ingin mengambil alih fungsi bugeting ke eksekutif. Hal ini jelas menyalahi konstitusi.
"Jangan diputarbalikkan. Fungsi bugeting itu memang ada di legislatif," ujar Maman, saat dijumpai di Ruang Rapat Pimpinan.
Pendapat serupa meluncur dari Ketua Fraksi PKS, Slamet Nurdin. Ia menjelaskan, jika RAPBD yang disahkan adalah versi e-bugeting, maka semua proses rapat dan diskusi mengenai draft anggaran selama berbulan-bulan jadi sia-sia. Sebab draft e-bugeting yang diajukan Ahok adalah anggaran sebelum disahkan dalam rapat paripurna.
Menurutnya permasalahan utama dalam polemik anggaran ini terletak pada keengganan Ahok untuk memggunakan RAPBD yang telah sah. "Jadi apa gunanya sambutan waktu paripurna itu. Pada kenyataannya malah pakai yang lama. Saya berharap Gubernur dialog saja dengan kita, jika ada masalah," kata Slamet.