Selasa 17 Feb 2015 16:55 WIB

OJK: DPK Bank Wajib Dirahasiakan

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Deputi Komisioner OJK Mulya Siregar saat memberikan paparan.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Deputi Komisioner OJK Mulya Siregar saat memberikan paparan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali mendorong perbankan membantu pencapaian target pajak dengan memberikan akses pada data nasabah. Langkah itu dilakukan untuk mengetahui potensi pajak seseorang yang sebenarnya tidak cukup hanya berdasarkan SPT yang sifatnya self assessment, dan yang bisa diaudit masih di bawah 1 persen.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mulya E Siregar mengatakan, jumlah tabungan deposito nasabah di bank wajib dirahasiakan. Menurutnya, akses data perbankan tidak boleh diminta secara langsung kecuali ada masalah seperti pengemplangan pajak.

"Kita mendukung sekali tapi jangan sampai ada pelanggaran kerahasiaan bank. Rahasia bank yang tidak boleh diakses itu DPK," kata Mulya kepada wartawan di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (17/2).

Mulya mengatakan, pemberian data nasabah dapat dilakukan jika yang bersangkutan memiliki kasus-kasus terkait dengan pajak. Namun, jika semua nasabah diminta datanya dan ada nasabah yang tidak terkena kasus pajak, maka hal tersebut harusnya tidak perlu dilakukan.

"Jadi harus ada kasus menyangkut nasabah dulu, baru boleh. Tapi kalau minta data semua nasabah yang tidak ada kasus apa-apa, itukan nanti bisa ketahuan jumlahnya (DPK)," jelasnya.

Menurutnya, kondisi itu menjadi kekhawatiran bagi kalangan perbankan dan nasabah. Sebab, dengan aturan pajak tersebut, perbankan khawatir nasabah akan menarik dananya yang ada di perbankan. Sebab, jumlah dana pihak ketiga (DPK) seperti tabungan, giro, deposito di bank bisa diketahui. Padahal sesuai Undang-Undang, data DPK adalah rahasia dan tidak boleh dibocorkan.

Meski demikian, OJK mendukung upaya pemerintah meraih penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp1.489 triliun. Sebab, untuk mencapai target tersebut butuh dukungan agar penghimpunan pajak menjadi optimal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement