REPUBLIKA.CO.ID, DEBALTSEVE -- Terjadi pertempuran sengit di kota kunci Ukraina, Debaltseve meskipun gencatan senjata telah disepakati pekan lalu.
Pemberontak pro Rusia mengatakan, mereka telah mengambil sebagian besar Kota Debaltseve dan pusat transportasi. Akan tetapi pemerintah mengaku masih mempertahankan Kota Debaltseve.
Para pemberontak juga mengatakan, sabanyak 300 tentara Ukraina di Debaltseve telah menyerah. Sementara televisi Rusia memperlihatkan gambar yang menunjukan sekitar 72 tentara Ukraina ditangkap. Pemerintah Ukraina mengaku sebuah kelompok ditawan setelah penyergapan. Tapi Ukraina membantah keras isu soal penyerahan diri besar-besaran tersebut.
Militer Ukraina menjelaskan, ada pertempuran sengit di jalan-jalan kota. Mereka mengakui para pemberontak memang telah menguasai sebagian kota.
"Pasukan kami memegang posisi, mereka baik dalam penyerangan dan mempertahankan posisi selama beberapa bulan," ujar juru bicara Keamanan Nasional Ukraina dan Dewan Pertahanan, Andriy Lysenko, dilansir dari BBC, Rabu (18/2).
Dikabarkan juga para pengamat internasional yang bertugas memantau gencatan senjata tidak mampu untuk masuk kota. Sementara, Ukraina menuduh separatis melanggar perjanjian gencatan senjata. Pemerintah juga mengatakan soal harapan perdamaian telah hancur.
Pada konferensi pers juru bicara kepresidenan Ukraina, Valery Chaly meminta anggota Uni Eropa dan NATO untuk memprotes keras terhadap tindakan para pemberontak.
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius mengatakan, perjanjian gencatan senjata tidak dihormati. Hal tersebut mengacu pada pertempuran Debaltseve dan penarikan senjata berat.
Sebelumnya, kedua belah pihak yang berseteru gagal memulai penarikan senjata berat. Meski batas waktu penarikan telah disepakati. Yakni dua hari setelah perjanjian gencatan senjata dimulai.
Memang pertempuran sempat pecah di dekat kota Debaltseve hanya beberapa jam sebelum gencatan senjata ditandatangani. Pejabat Ukraina mengatakan lebih dari 5.400 orang tewas sejak konflik meletus antara pasukan Ukraina dan kelompok milisi pro-Rusia pada April 2014. Tetapi PBB meyakini korban tewas saat ini jauh lebih tinggi ketimbang laporan resmi pemerintah Ukraina.