REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang penumpang maskapai penerbangan Lion Air yang terlantar hingga sekitar 12 jam di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat siang, Melva Borneo (48), mengaku kesal karena tidak mendapat perlakuan yang manusiawi dari pihak maskapai.
"Terlantar puluhan jam, tidak mendapat makan, tidak mendapat penggantian penginapan, pengumuman penyebab penundaan juga tidak jelas. Penumpang yang akan mengalihkan penerbangan juga diperlakukan seperti teroris," katanya di Jakarta, Jumat (20/2).
Melva menceritakan dirinya berangkat dari Batam menuju Bali pada Kamis (19/2) menggunakan Lion Air pukul 10:50 WIB. Penerbangan dari Batam mengalami keterlambatan sekitar 2 jam dan tiba di Soekarno-Hatta sekitar pukul 13:00 WIB.
Selanjutnya penerbangan transit dari Bandara Soekarno Hatta menuju Denpasar yang dijadwalkan pukul 18:55 WIB dinyatakan delay dengan waktu yang tidak ditentukan.
Menurut perempuan asal Tapanuli Utara ini, kondisi yang dialaminya bersama ribuan penumpang Lion Air lainnya yang akan terbang ke sejumlah daerah tujuan benar-benar memprihatinkan. Demikian juga ketika pihak maskapai Lion Air memiberikan opsi 'refund' (pengembalian dana) tiket, hanya dapat diuangkan di daerah tempat awal asal pemberangkatan penumpang.
Berhubung waktu yang sempit karena harus menjalankan tugas menghadiri pelantikan Hakim Tinggi di Pengadilan Negeri, Denpasar, pada Jumat pagi (20/2), Melva sekitar pukul 03:30 WIB memutuskan mengalihkan penerbangan ke maskapai Air Asia dengan nomor penerbangan QZ7510.
"Kebijakan refund Lion Air juga mengecewakan karena tidak menjadi solusi. Karena jadwal pekerjaan di Denpasar menunggu, akhirnya saya memilih beralih menggunakan Air Asia, dan berangkat pukul 06:30 WIB," ujarnya.
Dalam kondisi capek dan hati dongkol, ia mengisahkan pengalaman buruk ketika hendak membeli tiket di loket Air Asia. Saat calon penumpang berada di meja loket Air Asia berhadapan dengan sejumlah penumpang Lion Air yang ketika itu berunjuk rasa menuntut kejelasan pemberangkatan. Penumpang Lion Air tidak terima jika Air Asia berangkat, sebelum masalah keterlambatan Lion Air diselesaikan.
Demikian juga ketika akan dialihkan dari Terminal 3 ke Terminal 2 F menggunakan bus transit, calon penumpang Air Asia harus terlebih dahulu melalui lorong tertentu.
"Kami sudah seperti teroris, digiring. Mengendap-endap dan lari terburu-buru menuju bis transit terminal sambil mendapat teriakan dari penumpang Lion Air yang masih kesal. Sangat tidak manusiawi," tegasnya.
Melva mengatakan pemerintah sebagai Otoritas Bandara seharusnya cepat memberikan solusi dan menangani masalah seperti ini. Menurutnya, delay sudah seperti hal yang biasa di dunia penerbangan nasional. Harus ada sanksi tegas bagi maskapai yang tidak memenuhi ketentuan dan berkali-kali mengecewakan penumpang. Ia pun mengaku trauma soal 'delay massal' Lion Air tersebut, karena masih akan kembali ke Batam pada Senin (23/2) transit di Surabaya.