REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pelaksana tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai kurang tepat.
Pengamat Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir menyarankan, penerbitan Perppu seharusnya diarahkan untuk memperbaiki sistem hukum KPK secara keseluruhan. Bukan untuk pengangkatan Plt pimpinan KPK saja.
"Kalau hanya untuk pengangkatan Plt tidak perlu Perppu, cukup peraturan presiden yang waktunya dibatasi," ujar Muzakir, Jumat (20/2).
Dikatakan dia, jika hanya untuk pengangkatan Plt, fungsi Perppu terlalu sederhana. Seharusnya Presiden merevisi mekanisme hukum dalam tubuh KPK yang dianggap tidak fair. Artinya, presiden bisa menerapkan strategi hukum yang visioner.
Dia mencontohkan mekanisme KPK yang selama ini menetapkan orang sebagai tersangka terlebih dulu baru dicari unsur-unsurnya. Salah satu mekanisme itulah, menurutnya, salah dan perlu dibenahi. Kondisi seperti ini bisa dimanfaatkan Presiden untuk melakukan pembaharuan dan evaluasi.
"Dari Perppu-nya saja sudah nggak benar. Maka sistem pengangkatan Plt tidak jelas. Presiden terlalu bermain-main, seperti tambal sulam hukum yang sebetulnya tidak signifikan. Keputusan hukumnya morat-marit seperti ini menjadi kurang tepat," kata dia.