Sabtu 21 Feb 2015 10:19 WIB

Revisi Hukuman, Kepsek SMAN 3 Dinilai Gegabah

Rep: C01/ Red: Winda Destiana Putri
Kekerasan pelajar/ilustrasi
Foto: nimazarlitaningtyas.blogspot.com
Kekerasan pelajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Peristiwa kekerasan yang melibatkan Erick (32) dan beberapa siswa SMA Negeri 3 berujung pada pemberian sanksi skorsing selama 39 hari kepada enam siswa yang diduga terlibat pengeroyokan.

Kepala Sekolah SMA Negeri 3, Retno Listyarti, kemudian memutuskan untuk merevisi sanksi tersebut.

Pada awak media, Retno menyatakan melakukan pencabutan skorsing tehadap salah satu siswi bernama HJP yang sebelumnya juga dikenakan sanksi. Pembatalan sanksi skorsing terhadap HJP diambil oleh Retno karena dalam rekaman CCTV, HJP tidak melakukan pemukulan terhadap Erick.

Retno juga menyatakan akan merevisi sanksi skorsing selama 39 hari terhadap dua siswa lainnya. Pasalnya, dalam rekaman CCTV yang berada di salah satu rumah kos milik warga terlihat kedua siswa tersebut ada di TKP. Hanya saja, kedua siswa tersebut tidak ikut memukul Erick.

"Hukumannya lebih ringan," terang Kepala Sekolah Retno pada awak media, belum lama ini.

Kuasa hukum keenam siswa SMAN 3, Frans Paulus, menyatakan tindakan Retno merevisi sanksi yang ia berikan sendiri mencerminkan ketergesa-gesaan. Sanksi skorsing itu, lanjut Frans, membuat mental para siswa tersebut jatuh. Padahal para siswa yang diberikan sanksi skorsing merupakan siswa kelas 3 yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Negara.

"Akhirnya dia mencabut skors itu sendiri. Nah, itu terlihat sekali dia gegabah," ujar Frans saat ditemui di Gedung Reskrimum Polda Metro Jaya.

Sebelumnya, Kepsek Retno memberikan sanksi skorsing kepada lima siswa dan satu siswi SMAN 3 yang diduga terlibat pengeroyokan atas Erick pada Jumat (30/1).

Sanksi skorsing selama 39 hari tersebut diberikan kepada HJP, PRA, AEM, EMA, MRPA dan PC terhitung sejak 11 Februari hingga 10 April. Padahal keenam siswa tersebut merupakan siswa kelas tiga yang akan menghadapi Ujian Sekolah pada 9-16 Maret, serta Ujian Nasional pada 13-15 April mendatang.

Menurut keterangan kuasa hukum keenam siswa, aksi pengeroyokan bermula karena Erick melakukan tindakan yang dikategorikan sebagai premanisme terhadap siswa. Selain itu, ia menyatakan Erick juga melakukan perbuatan asusila terhadap siswi HJP. Karena itu, Frans menilai tindakan Kepsek Retno untuk memberikan skorsing merupakan tindakan yang semena-mena karena tidak mempertimbangkan dan mengedepankan hak anak-anak dalam memperoleh pendidikan.

Karena dinilai merugikan, Kuasa Hukum para siswa tersebut melaporkan Kepsek Retno ke Polda Metro Jaya. Berdasarkan laporan polisi nomor LP/466/II/2015/PMJ Retno dilaporkan atas tuduhan diskriminasi terhadap anak. Terkait hal ini, pasal yang digunakan ialah Pasal 77 juncto Pasal 76 A huruf a UU RI No. 35 Tahun 2014.

"(Undang-undang) Tentang diskriminasi maupun pembiaran terhadap tindak kekerasan terhadap anak dan perbuatan cabul yang dilakukan oleh seseorang," jelas Frans.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement