Ahad 22 Feb 2015 04:06 WIB

Tangani Kasus Lion Air, Pengamat: Indonesia Bisa Tiru Dubai

Rep: C01/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Para calon penumpang Lion Air menunggu untuk melakukan refund di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Jumat (20/2)..  (Republika/Rakmawaty La'lang)
Para calon penumpang Lion Air menunggu untuk melakukan refund di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Jumat (20/2).. (Republika/Rakmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Penerbangan Universitas Airlangga menilai pendekatan sanksi yang dilakukan pemerintah dalam menangani kasus keterlambatan atau delay Lion Air kurang tepat. Ia menilai ada baiknya penanganan keterlambatan penerbangan di Indonesia meniru Bandara Dubai.

"Kalau di Dubai, antara airlines dengan bandara, mereka terkoneksi," terang Pengamat hukum penerbangan Universitas Airlangga Adhy Riadhy Arafah kepada //Republika//, Sabtu (21/2).

Ketika terjadi delay atau keterlambatan seperti kasus Lion Air di bandara Dubai, pembayaran kompensasi akan segera dilakukan oleh pihak bandara. Setelahnya, baru pihak maskapai penerbangan mengganti pembayaran tersebut kepada pihak bandara. Pasalnya, Adhy menjelaskan pembayaran kompensasi oleh maskapai tidak bisa dilakukan dengan mudah.

Di sisi lain, Bandara di Dubai melihat keterlambatan penerbangan akan menimbulkan penumpukan penumpang. Penumpukan penumpang akan menyebabkan pelayanan tidak dapat berjalan maksimal dan membuat bandara juga tidak bisa bekerja maksimal. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi dampak negatif dari keterlambatan, biasanya bandara di Dubai langsung membayarkan kompensasi.