REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta kepada pemerintah untuk memberlakukan kembali keringanan cukai. Pengurangan cukai tersebut bertujuan untuk menggairahkan ekspor rokok putih.
Ketua Gaprindo, Muhaimin Moefti mengatakan, beberapa tahun lalu pemerintah pernah memberlakukan insentif berupa pengurangan cukai bagi produsen rokok putih yang melakukan ekspor. Akan tetapi, pada 2003 insentif tersebut dihilangkan.
"Oleh karena itu, kami mohon kepada pemerintah agar insentif itu diberlakukan lagi, karena pangsa pasar kami di dalam negeri menurun drastis dan kami coba expand ke luar ," kata Muhaimin di Jakarta, Ahad (22/2).
Muhaimin menjelaskan, saat ini pangsa pasar rokok tanpa cengkeh tersebut hanya sekitar enam persen dari total produksi 340 miliar batang rokok. Insentif cukai rokok dapat diperoleh apabila produsen melakukan ekspor lebih besar dibandingkan di dalam negeri.
"Dulu, sebelum dihilangkan pengurangan cukai bisa mencapai dua persen," ujar Muhaimin.
Negara tujuan ekspor rokok putih buatan Indonesia sebagian besar dipasarkan di wilayah Asia, seperti Kamboja, Laos, dan Vietnam. Namun, ada pula yang mencapai pasar di Eropa dan Asia Pasifik.
Menurut Muhaimin, pangsa pasar rokok putih di dalam negeri menurun drastis lantaran adanya perubahan consumer trend. Padahal, pada 1980, pangsa pasarnya mencapai 40 persen. Saat ini sebanyak 94 persen konsumen beralih ke rokok kretek.
Muhaimin menjelaskan, sejauh ini, rokok tetap menjadi tumpuan pendapatan cukai. Apalagi tahun ini target cukai rokok sebesar Rp 148 miliar. Dengan demikian, produsen rokok putih di Indonesia selalu patuh terhadap peraturan pemerintah. Namun, dia berharap peraturan yang dibuat dapat bersifat adil dan berimbang.
"Kami berharap bisa diikutsertakan dalam pembuatan regulasi tersebut sehingga komitmen kami menjadi lebih baik dan adil bagi kepentingan masyarakat secara umum, kesehatan, dan juga industri," kata Muhaimin.
