REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) dinilai tidak akan terlalu berdampak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Wacana oleh Bapak Ferry (Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan) mengenai penghapusan PBB diperkirakan tidak akan berdampak banyak kepada konsumen menengah bawah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda di Jakarta, Senin (23/2).
Menurutnya, penghapusan PBB tidak akan secara spontan menaikkan daya beli karena porsi PBB tidak sampai satu persen dari keseluruhan harga rumah.
Ia juga mengingatkan bahwa jumlah backlog (kekurangan perumahan) di berbagai daerah di Indonesia mencapai lebih dari 15 juta unit.
Sebelumnya, Masyarakat Konstitusi Indonesia mengapresiasi rencana penghapusan PBB untuk kelompok tertentu. Mereka menilai kemiskinan disebabkan kesulitan akses untuk memiliki tanah.
"(Penghapusan PBB untuk kelompok tertentu) ini terobosan cerdas di tengah kelangkaan rumah alias 'backlog' dan gagalnya pencapaian penerimaan pajak. Biang abadi dari kemiskinan adalah sulitnya akses memiliki tanah," kata Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia, Muhammad Joni.
Menurutnya, harga rumah yang terus meroket dan tidak rasional karena spekulasi yang terstruktur akibat eskalasi harga tanah yang melonjak sangat tinggi. Untuk itu, ujar dia, tidak rasionalnya peningkatan harga tanah itu juga dinilai merupakan unsur penyumbang dari kondisi darurat perumahan rakyat.
"Penghapusan PBB bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan warga miskin adalah terobosan konkrit yang berdampak besar pemenuhan hak rakyat atas rumah," katanya.
Ia berkata, penghapusan PBB tepat untuk memperluas akses pemerintah kepada penerimaan pajak baru dari sektor bangunan/properti komersial dan bangunan dan properti untuk Warga negara/badan hukum asing.
Karenanya, perlu pembedaan yang adil kelompok sasaran pengenaan PBB. Ia mengatakan, penghapusan PBB hanya untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah atau warga miskin, rumah umum, atau swadaya yang merupakan rumah pertama, rusun bersubsidi yang pertama, serta bangunan fasilitas publik dan pelayanan sosial.
Namun, lanjutnya, penghapusan PBB harus ditolak bagi kelompok komersial dan asing, yakni bangunan dan properti komersial yang bukan perumahan rakyat, serta bangunan dan properti yang dinikmati atau dipakai orang asing/badan hukum asing yang ada di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan mengaku heran jika ada pemerintah daerah yang menolak wacana penghapusan PBB bagi rakyat yang tidak mampu.
"Apakah memang kepala daerah tidak punya keinginan untuk meringankan beban hidup masyarakatnya?" kata Ferry seusai rapat kerja dengan Badan Akuntabilitas Publik DPD di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (16/2).
Menurut dia, wacana penghapusan PBB khusus untuk rumah pribadi dan bangunan sosial bagi masyarakat tidak mampu merupakan untuk meringankan beban rakyat.