REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Panitia pengadaan tanah PLTU Sumuradem hanya sebagai fasilitator antara masyarakat dan PLN. Keluarnya harga ganti rugi tanah Rp 42 ribu per meter, itu berdasarkan kesepakatan antara pemilik tanah (warga) dengan pihak PLN.
Hal tersebut disampaikan oleh staf ahli bupati/ mantan Kadis Pertanahan Pemkab Indramayu Suherman, dalam sidang lanjutan dugaan korupsi ganti rugi lahan tanah dalam proyek PLTU Sumuradem, Kabupaten Indramayu, di Pengadilan Tipikor PN Kelas 1A Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (23/2).
Suherman yang menjadi salah satu saksi yang dihadirkan tim JPU dari Kejagung mengatakan, panitia pengadaan tanah untuk proyek PLTU, sifatnya hanya sebagai fasilitator antara warga dan PLN. Jadi, untuk penentuan harga panitia sama sekali tidak tahu.
"Panitia hanya memfasilitasi saja. Yang menentukan (harga) pemilik (tanah) dan PLN," ujarnya di persidangan yang dipimpin Marudut Bakara tersebut.
Menurutnya panitia pengadaan tanah itu tidak memutuskan harga. Karena semua itu yang memutuskan pemilik tanah dan pihak PLN. Saat ditanya kuasa hukum Yance apakah munculnya harga ganti rugi tanah itu berdasarkan NJOP (nilai jual objek pajak), Suherman mengatakan, memang NJOP dijadikan dasar penentuan harga tanah.
Tapi, bukan berarti itu jadi patokan. Karena, akhirnya harga yang keluar itu tidak sesuai NJOP, itu lantaran hasil kesepakatan antara pemilik tanah dan pihak PLN.
Saat ditanya oleh JPU dari mana Suherman tahu harga tanah per meternya Rp 42 ribu, Suherman mengaku, tahu setelah bertanya kepada beberapa pemilik tanah yang mendapatkan ganti rugi. Selain itu, dari pengalaman sebelumnya juga sama.
"Dulu pernah PT Pertamina membebaskan lahan, saat itu harganya Rp 52 ribu per meter. Itu juga sama hasil kesepakatan," katanya.
Namun, Suherman mengaku tidak begitu mengetahui berapa jumlah luasan tanah yang dibebaskan milik warga. Karena saat itu, dirinya hanya fokus terhadap tanah milik aset desa seluas 3,7 hektare.
Menurutnya, di lahan yang akan dipakai untuk PLTU ada seluas 3,7 hektare tanah titih sara atau tanah yang disewakan kepada masyarakat, dan hasil sewanya dimasukan kepada kas desa.
Tim JPU pun kembali mempertanyakan apakah Suherman mengikuti musyawarah penetapan harga tanah. Suherman pun mengatakan, tidak mengikutinya. Tapi kalau kegiatan lain, seperti sosialisasi pembebasan lahan tanah dirinya mengikuti.
"Total tanah yang dibebaskan ada 82 hektare. Itu tanah warga ditambah tanah aset desa," katanya.
Terkait lahan HGU (hak guna usaha), Suherman mengatakan, hak otonomi tidak ada kaitannya dengan tanah HGU. Kecuali aset desa. Untuk HGU yang lebih jelas atau berperan itu BPN (badan pertanahan nasional).
Ditanya lagi soal anggaran yang dipakai untuk ganti rugi, Suherman mengaku itu semua anggaran dari PLN, dengan nilai per meternya Rp 42 ribu.
Suherman pun menjelaskan lagi, muncul harga itu berdasarkan NJOP, dengan memperhatikan nilai pajak tahunan berjalan, pertimbangan lokasi tanah, status hukum tanah, kesuburan dan harga pasaran umum.
Selain itu, juga hasil dari kesepakatan antara pemilik tanah dan pihak PLN yang akan membeli lahan tersebut. JPU pun kembali mempertanyakan apakah saksi pernah menandatangani berita acara koreksi ganti rugi harga tanah.
"Tidak pernah tandatangan daftar koreksi penggantian ganti rugi. Kalau berita acara ganti rugi pernah," katanya.
Agenda sidang Yance tersebut, mendengarkan keterangan dari 4 saksi. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis hakim Marudut Bakara tersebut menghadirkan 3 orang saksi dalam sesi pertama.
Sementara satu saksi lainnya di ruang tunggu. Keempat saksi tersebut yakni Staf Pengukuran BPN Indramayu, Durhadi, Staf Ahli Bupati dan Mantan Kadis Pertanahan, Suherman, Kasubag Umum Sri Sugiharti dan Kepala BPMPD Indramayu Giri Priyono.