REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana menyatakan dirinya belum berencana untuk mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Belum kepikir, belum kepikir," kata Sutan seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus tersebut di gedung KPK, Senin.Sutan sudah ditahan sejak 2 Februari 2015 di Rumah Tahanan Salemba.
Sebelumnya ada dua tersangka di KPK yang mengajukan praperadilan yaitu pertama calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan.
Hakim tunggal Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Februari 2015 menyatakan bahwa surat perintah penyidikan nomor 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka adalah tidak sah.
Selanjutnya mantan Menteri Agama Suryadharma Ali yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama 2012-2013 juga mengajukan praperadilan ke PN Jaksel pada hari ini. Alasan pengajuan praperadilan karena tidak jelasnya bukti permulaan yang cukup.
"Tapi sebagai warga negara yang baik, kan kita harus ngikutin prosedur. Saya katakan, saya merasa tidak bersalah, tapi kawan-kawan (KPK) bilang ada salahnya, silakan. Biar saja nanti tinggal pengadilan yang mengatakan salah tidaknya seseorang," tambah Sutan.
Sutan hingga saat ini meyakini ia tidak bersalah.
"Saya ini kan menyelamatkan APBN, ada listrik dan migas, saya ketok. Kalau tidak, maka tidak ada kan? Kemudian APBN itu sekitar Rp18, triliun, ada penghematan menjadi Rp17 triliun, jadi penghematan Rp1, triliun. Seharusnya ini dikasih 'reward', tapi malah jadi tersangka. Makanya ini saya katakan penegakan hukum maju pesat, tapi rasa keadilan masih tersendat," ungkap Sutan.
Sutan ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Mei 2014 dan diduga melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.