REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kemenag, Nur Khazin mengakui, perbedaan awal bulan Hijriah, khususnya Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, disebabkan perbedaan yang dimunculkan ormas-ormas Islam. Ini terkait metode dan kriteria penentuan awal bulan Hijriah. Sehingga, perlu peran pemerintah untuk menyeragamkannya.
“Keputusan ulil amri itu menghilangkan perbedaan-perbedaan. Makanya, perlu campur tangan pemerintah. Tidak boleh itu, ormas menetapkan sendiri (awal bulan Hijriyah),” ujar Nur Khazin saat ditemui di Kantor Kemenag, Jakarta, Senin (23/2).
Nur mencontohkan, terkait penentuan awal Ramadhan, sebenarnya Rasulullah SAW sendiri menyuruh menggunakan metode rukyah (melihat langsung adanya hilal). Hanya saja, kata Nur, metode hisab pun masih harus dipakai sebagai penyedia data pendukung untuk rukyah.
“Rukyah itu kan perintah Rasul. Hanya saja, rukyah juga mesti didukung data dari hisab,” kata Nur Khazin.
Nur menyebutkan dua ormas besar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Muhammadiyah, kata Nur, menggunakan metode wujud al-hilal atau metode hisab. Yakni, tanpa melihat hilal yang tampak dalam menentukan awal bulan Hijriyah. Sementara itu, NU menggunakan metode melihat langsung hilal yang tampak atau metode rukyah.
“Maka mungkin, perlu duduk bersama, berdiskusi secara kontinu. Ormas-ormas Islam sendiri, pada dasarnya ingin bersatu (dalam menentukan awal bulan Hijriah),” katanya.