REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Indonesia untuk Brazil Toto Riyanto menyampaikan kronologis penolakan surat kepercayaan oleh pemerintah Brasil, yang kemungkinan besar terkait dengan hukuman mati terhadap warga negara Brazil terpidana kasus perdagangan narkoba.
"Jadi, saya akan mulai dengan kronologis kejadian, dan tentunya hari ini saya kembali ke Jakarta karena saya menjalankan perintah," kata Dubes Toto saat ditemui di Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Senin.
Menurut Toto, pada 19 Februari, dia mendapat undangan berupa nota diplomatik dari Departemen Luar Negeri Brazil untuk mengikuti kegiatan penyerahan surat kepercayaan (credential letter) pada 20 Februari pukul 09.00 pagi (waktu setempat).
"Perencanaan semua dilakukan karena saya didatangi juga oleh seorang protokol tentang apa yang harus saya lakukan," ujar dia.
Lebih lanjut dia memaparkan bahwa pukul 08.15 pagi (waktu setempat) seorang protokol Kepresidenan Brazil datang menjemput dengan membawa kendaraan dari pemerintah Brazil, yakni sebuah mobil yang dilengkapi dengan bendera Indonesia dan bendera Brazil, untuk mengantar Dubes Toto ke istana Presiden Brazil.
"Sesuai dengan petunjuk dari protokol, saya masuk ke istana melewati jajar kehormatan. Kemudian, di sana saya mendapat 'briefing' tentang pelaksanaan (penyerahan surat kepercayaan) nanti. Di sana ada lima orang dubes dari negara lain yang sama-sama akan memberi 'credential letter'," ungkap dia.
"Rencananya yang akan memberikan 'credential letter' itu saya dulu, tetapi saatnya saya harus melaksanakan, saya dipanggil oleh Menlu Brazil dan dibawa ke dalam suatu ruangan," lanjut dia.
Dubes RI untuk Brazil itu mengungkapkan, saat itu Menteri Luar Negeri Brazil mengatakan bahwa penyerahan surat kepercayaan itu ditunda untuk Indonesia.
Toto mengaku telah menanyakan alasan di balik penolakan sementara surat kepercayaan itu, namun tidak ada keterangan yang jelas dari Pemerintah Brazil.
Ditunda
"Dia (Menlu Brazil) hanya menyampaikan bahwa penyerahan 'credential' saya ditunda, dan saya tidak tahu sampai kapan penundaan itu berlangsung. Namun, saya kira kita tahu semua pasti, hal ini ada kaitannya dengan rencana hukuman mati warga Brail yang kedua," ujar dia.
Walaupun demikian, kata Toto, yang menjadi persoalan adalah pada saat itu ia datang bukan atas nama pribadi, melainkan ia membawa surat kepercayaan atas nama Presiden RI dan seluruh rakyat Indonesia.
"Itulah sebabnya saya merasa bahwa (tindakan pemerintah Brazil) itu sebagai sesuatu yang tidak wajar dilakukan suatu negara. Saya melaporkan hal ini ke Kemlu dan diputuskan dengan cepat oleh Kemlu bahwa saya harus kembali (ke Jakarta) untuk melakukan konsultasi," ungkap dia.
Selanjutnya, Toto mengatakan ia akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas kronologis penolakan surat kepercayaan oleh pemerintah Brazil, guna menentukan langkah selanjutnya yang akan ditempuh Pemerintah Indonesia terkait persoalan itu.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyesalkan tindakan Pemerintah Brazil yang secara mendadak menunda penyerahan surat kepercayaan (credential) Duta Besar Indonesia untuk Brazil Toto Riyanto.
"Cara penundaan penyerahan 'credential' yang dilakukan Menlu Brazil secara tiba-tiba pada saat Dubes designate RI untuk Brazil telah berada di istana Presiden Brasil merupakan satu tindakan yang tidak dapat diterima oleh Indonesia," kata pihak Kemlu dalam pernyataan pers yang dimuat di laman resmi Kemlu RI.
Tindakan Pemerintah Brasil itu kemungkinan besar terkait dengan hukuman mati yang diberikan Indonesia kepada warga negara Brasil.
Seorang warga Brazil Marco Archer dieksekusi mati pada 17 Januari lalu setelah dinyatakan bersalah melakukan perdagangan narkoba. Akibat hukuman mati terhadap warga Brasil itu, Duta Besar Brazil untuk Indonesia ditarik oleh Presiden Rousseff sebagai bentuk protes dari negaranya.
Seorang warga Brazil lainnya, Rodrigo Gularte dalam waktu dekat dijadwalkan untuk dieksekusi mati di Indonesia atas pelanggaran hukum yang sama.