REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, menolak mengadili konflik dualisme Partai Golkar. Penolakan itu merupakan putusan sela pengadilan, menjawab eksepsi tergugat, dari pengacara Kepengurusan Golkar Munas Ancol, atas penggugat Golkar Munas Bali.
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Oloan Harianja mengatakan, pengadilan tingkat satu itu tak punya kompetensi menjadi pengadil dualisme partai. Dalam runutan putusan selanjutnya, hakim mememutuskan, mengembalikan penyelesaian kepengurusan Golkar ke mekanisme partai.
"Dengan ini menyatakan, gugatan atas penggugat tidak dapat diterima," kata Hakim Oloan, di PN Jakbar, Selasa (24/2). Ditambahkan olehnya, dengan putusan tersebut, hakim menerima eksepsi tergugat, dan membebankan biaya peradilan senilai Rp 1,2 juta kepada penggugat.
Dijelaskan Hakim Oloan, putusan majelis berpijak pada ketentuan UU Partai Politik nomor 2/2011. Terutama pasal 32 yang menyatakan sengketa partai harus diselesaikan di internal partai, berupa Mahkamah Partai atau apapun namanya. Proses itu, dikatakan hakim, harus dilalui sebelum diajukan ke pengadilan.
Pun, ditambahkan Hakim Oloan, saat ini proses pengadilan di internal partai Golkar sedang berlangsung. Hal tersebut dibuktikan hakim dengan adanya surat berkop Mahkamah Partai Golkar (MPG), yang meminta PN Jakbar tidak memutuskan perkara Golkar, lantaran MPG masih bersidang.
Untuk diketahui, putusan PN Jakbar ini bermula dari gugatan Ketua Umum Golkar Munas Bali, Aburizal Bakrie (ARB) terhadap Ketua Umum Golkar Munas Ancol, Agung Laksono. Kedua pucuk pemimpin partai ini, saling berebut soal kepengurusan Golkar yang sah.
Agung pun, menggugat persoalan serupa di PN Jakpus. Putusan di PN Jakpus pun sama. Menolak gugatan Agung, dan mengembalikan penyelesaian konflik tersebut ke MPG. Pascaputusan PN Jakpus tersebut, Ketua MPG Golkar, Rabu (18/2) memutuskan untuk bersidang. Putusan MPG, akan dibacakan, Rabu (25/2), besok.