REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Kecemasan menghantui keluarga korban penculikan ISIS Selasa lalu. ISIS menyerang desa mayoritas Kristiani dan menculik sedikitnya 70 orang. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
''Apakah mereka telah dibunuh? Atau masih hidup? Kami masih mencari beritanya,'' kata seorang penduduk Tal Shamiram yang sekarang tinggal di Beirut, Lebanon.
Perempuan yang tidak disebutkan namanya ini memiliki keluarga di desa yang diserang ISIS. Ia mengaku tak bisa menghubungi siapapun di kota Tal Tamr, provinsi Hassakeh. Orangtuanya, kakak laki-laki, saudara ipar dan anak-anak mereka tidak diketahui kabarnya.
''Saya sangat putus asa. Saya tak bisa melakukan apa-apa, kecuali berdoa untuk mereka,'' kata dia.
Sebagian besar korban penculikan berasal dari desa Tal Shamiram dan Tal Hurmiz. Sekitar 3.000 penduduk lainnya melarikan diri ke kota Hassakeh dan Wamishli ketika ISIS menyerang.
Ketua kelompok independen yang fokus pada isu agama minoritas di Timur Tengah A Demand For Action Nuri Kuno mengatakan korban penculikan berjumlah antara 70 hingga 100 orang.
Amerika Serikat mengecam penculikan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Jen Psaki meminta mereka segera dibebaskan.
"ISIS menargetkan agama minoritas hanya untuk memperlihatkan kebrutalan dan perlakuan tak berperikemanusiaan mereka," kata Psaki.