REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menilai penolakan grasi terhadap 64 terpidana mati kasus narkotika dan obat terlarang (narkoba) tidak tepat. Presiden harusnya menguji satu per satu kasus dan tidak bisa asal memukul rata.
Karena itu, Haris menilai penjatuhan hukuman mati dilakukan untuk menaikkan popularitas semata. Hukuman mati mengarah pada kepentingan politik. Agar pemerintahan Presiden Jokowi dinilai tegas.
"Menurut saya, tidak ada posisi yang tepat, makanya mengarah ke politik. Ujungnya menurut saya popularitas saja," kata Haris dalam dialog kenegaraan DPD di Jakarta, Rabu (25/2).
Menurut dia, banyak terpidana yang dijatuhi hukuman adalah kurir, bukan bandarnya. Karena itu menurutnya penjatuhan hukuman mati menyalahi hak mendasar untuk hidup.
Haris menambahkan, penjatuhan hukuman mati juga tidak serta merta membuat efek jera bagi para gembong narkoba. Ada banyak hukuman yang kejam yang bisa dijatuhkan bagi para pengedar narkoba.
"Bukan dibebaskan, hukum yang berat. Ada banyak hukuman yang kejam," katanya.