REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti situasi hak asasi manusia di Korea Utara terkait dengan pengembangan persenjataan di negara tersebut.
"Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara berhubungan langsung dengan pengembangan militer di negara tersebut," kata Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hak asasi manusia (HAM) di Korut Marzuki Darusman, di Jakarta, Rabu (25/2).
Menurut Marzuki, kecenderungan Korut yang lebih mementingkan pengembangan sistem persenjataan daripada kesejahteraan rakyatnya membuat pemerintah harus mengekang hak-hak masyarakat demi melenggangkan kepentingannya.
"Penduduk Korut bisa dimasukkan ke dalam kamp penahanan tanpa proses peradilan karena menonton hiburan dari Korea Selatan, menghubungi kerabat di luar negeri atau bahkan terlambat masuk kerja," ujar Marzuki.
Menurut dia, PBB mencatat ada 80.000-100.000 penduduk Korut yang ditahan di kamp-kamp penahanan.
Selain itu pemerintah Korut dituding membatasi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dari dunia luar, seperti adanya larangan mendengarkan siaran radio luar negeri.
Korea Utara sendiri sedang gencar melakukan pengembangan teknologi persenjataannya. Pada (8/2), menurut AFP, Korut menguji coba lima rudal jarak pendek ke laut lepas.
Sementara pada (21/2), Korut menggelar latihan militer di perbatasan dengan Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin langsung oleh Pemimpin Korut Kim Jong Un.
Selain itu pada 10 Oktober 2015, Korut juga akan menggelar parade militer besar-besaran untuk merayakan ulang tahun partai berkuasa, Partai Buruh, yang ke-70.