REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Jokowi sejak beberapa bulan lalu, menggulirkan gagasan tentang poros maritim dunia. Banyak yang menyambut pemikiran itu dan optimistis gagasan tersebut dapat terwujud. Dengan begitu, Indonesia nantinya akan berjaya di bidang maritim.
Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) Laksdya (Purn) Didik Heru Purnomo mengatakan, Indonesia sebagai negara kelautan besar, seharusnya mampu menjadi salah satu kekuatan maritim dunia.
"Namun, kenyataannya kemampuan Indonesia untuk membangun kemaritiman dan kapasitas yang dimiliki hingga saat ini belum optimal," ujar Didik dalam acara round table discussion bertema 'Evaluasi Kebijakan Poros Maritim 100 Hari untuk Langkah ke Depan' di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (26/2).
Menurut dia, membangun maritim Indonesia bukan perkara mudah. Hal itu dikarenakan latar belakang karakter negara maritim di Indonesia kian memudar. Pun dengan persepsi tentang maritim di masyarakat masih berupa puzzle yang belum mampu tersusun baik.
"Melihat kenyataan itu, pembangunan maritim Indonesia sudah sangat mendesak dilakukan. Karena itu, program poros maritim yang dicanangkan Presiden Jokowi harus didukung seluruh komponen bangsa," kata mantan wakil kepala staf Angkatan Laut (KSAL) tersebut.
Dia mengungkapkan, setiap tahun hampir 5.400 kapal asing melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia. Adapun, kapal yang tertangkap pemerintah Indonesia pada akhir-akhir ini, merupakan kapal ilegal di negara asalnya.
Sehingga, pencuri ikan tersebut tidak merasa keberatan jika kapalnya harus ditenggelamkan. "Pemerintah tidak boleh tebang pilih dalam menangkap kapal yang terbukti melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia, karena banyak kapal Cina yang masih beroperasi di Indonesia," ujar Didik.
Pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, langkah pemerintah menenggelamkan kapal asing yang kedapatan mencuri ikan di peraian Indonesia terbilang berani. Namun, ia mengingatkan, tindakan tersebut sebaiknya tidak menjadi proses akhir dari penegakan hukum di laut.
"Penenggelaman hanya memberikan terapi kejut bagi nelayan asing, namun belum memberi efek jera, karena hanya kapal kecil yang ditangkap," katanya.