REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat film, Adrian Jonathan Pasaribu, mengatakan, pascareformasi, sensor film di Indonesia justru menjadi tidak jelas. Masih banyak film-film kategori dewasa yang lolos tayang di bioskop tanpa adanya pengawasan.
“Sama saja dengan tidak ada lembaga sensor kalau begitu, kenapa tidak semua film dibebaskan dan tidak perlu disensor,” ujar Adrian, saat dihubungi ROL, Kamis (26/2).
Sedangkan, kata dia, sensor berlebihan justru dilakukan pada film-film yang memiliki konten yang menunjukkan kenyataan atau kondisi sebenarnya, seperti film sejarah Indonesia. Sensor yang demikian memiliki dampak buruk jangka panjang bagi penonton.
“Masyarakat akan terkejut dengan kenyataan-kenyataan pernah ditutup-tutupi dalam film,” jelasnya.
Ia menjelaskan, pada masa 70-an, ada film yang dilarang tayang karena memberikan citra buruk pada pegawai negeri sipil (PNS). Dengan demikian, sangat terlihat, sensor telah menjadi alat bagi rezim yang berkuasa untuk mengkontrol masyarakat.