REPUBLIKA.CO.ID,JATINANGOR- Seperti janji Jokowi semasa kampanye, dana bantuan untuk desa sebesar Rp 1,4 miliar telah ditetapkan dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang desa. Dengan dana sebesar itu, diperkirakan akan berpotensi sebagai lahan korupsi para pejabat desa.
Hal tersebut diungkapkan Entang Adhy Muhtar, Dosen Pascasarjana Fisip Unpad saat ditemui dalam acara Seminar Administrasi Publik di Bale Santika Unpad, Jatinangor. Menurut Entang, mental masyarakat desa masih belum bisa untuk dipercayai memegang dana sebesar itu.
"Masyarakat di desa itu masih belum mampu membangun desa sesuai dengan keinginan mereka sendiri karena oknum-oknum nakal di dalamnya," ujar Entang, Kamis (26/2).
Entang mengatakan, persoalan desa bukan hanya masalah ekonomi, tapi juga politik. "Oleh karena itu, intervensi dari pemerintah bisa mnjd pemacu utk melakukan peribahan, tapi bukan menjadi panasea," ucapnya. Selain itu, persoalan lainnya tentang merencanakan pembangunan di mana masyarakat juga berpartisipasi.
Senada dengan Entang, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Jabar Dede rusdia mengatakan, desa itu jangan hanya meminta-minta bantuan saja. "Desa itu jangan hanya mau dibangun saja, tapi bagaimana desa membangun," ucap Dede.
Dede juga mengakui, bila dengan dana tersebut, akan ada potensi korupsi yang terjadi. Contoh konkretnya di Kuningan, yang semula hanya satu atau dua orang mencalonkan diri sebagai Kades, tapi sekarang tiba-tiba menjadi 10 orang.
"Meskipun memang berpotensi terjadi korupsi, tapi menurut Dede, itu hanya segelintir oknum yang melakukannya," katanya.
Dalam acara tersebut, hadir pula Budiman Sudjatmiko, Wakil Ketua Pansus UU Desa sekaligus anggota DPR RI Komisi II. Menanggapi hal tersebut, Budi mengatakan, desa ibarat seorang gadis yang tengah diincar banyak orang. Sehingga potensi korupsi bisa saja terjadi. "Tapi, nanti kan ada monitoring yang dilakukan oleh Pemda pada desa-desa di daerahnya melalui website desa," ujarnya.
Budi menjelaskan, nantinya perangkat desa akan diberikan pembekalan mengenai cara mengelola anggaran dan website desa. Sehingga, semua data mengenai rencana pembangunan, anggaran yang digunakan, hingga tahap pelaksanaan tercantum dalam web tersebut.
"Dari sana bisa dimonitor oleh Pemda, betul atau tidak pelaksanaannya dan berapa APBN dan APBD yang digunakan selama pelaksanaan," ucapnya.
Namun, Budi mengatakan, hal yang perlu diperhatikan dari adanya undang-undang ini adalah desa itu bisa berkembang menjadi kelompok menengah.
"Saya mencoba mencari tahu perbandingannya dengan peraturan di Brazil yang bisa meningkatkan 10 persen taraf hidup masyarakat bawah menjadi menengah tiap tahun," kata Budi.
Budi juga menuturkan, dengan undang-undang tersebut juga akan membuat desa bisa lebih mandiri dalam mengelola daerahnya sendiri.