REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG -- Kementerian Perindustrian telah melakukan upaya untuk mengusulkan tarif bea masuk bagi industri baja hilir sebesar 15 persen. Usulan tersebut bertujuan untuk melindungi industri baja dalam negeri.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, dari 170 pos tarif yang diusulkan dalam rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian, ada sekitar 130 pos tarif yang telah diusulkan untuk sektor hilir. Sedangkan, untuk hulu ada sekitar 40 pos tarif yang masih dalam pembahasan dengan usulan yang sama yakni sekitar 15 persen.
"Memang, bea masuk bervariasi, maka kita ambil di kisaran 15 persen dan usulan ini telah disampaikan dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Perekonomian," ujar Saleh dalam kunjungannya ke PT. Garuda Steel di Cikarang, Kamis (26/2).
Menurut Saleh, usulan bea masuk ini merupakan salah satu upaya dan formula untuk melindungi industri baja dari gempuran impor. Selama lima tahun mendatang kebutuhan baja nasional akan bertambah seiring dengan adanya program pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah.
Selain itu, industri baja meruapakan salah satu industri prioritas yang berperan penting dalam pengembangan industri lain. Diantaranya sebagai bahan baku dasar untuk galangan kapal, industri di sektor minyak dan gas, otomotif, dan elektronik.
"Usulan tersebut masih kita bahas secara lebih lanjut dan mendalam dengan Kemenko Perekonomian," ujar Saleh.
Untuk memenuhi permintaan baja domestik dan menghindari ketergantungan impor, produsen baja dalam negeri harus meningkatkan kualitas dan kapasitas produksinya. Hal ini diperlukan agar dapat memenuhi pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang diperkirakan memiliki nilai proyek sebesar Rp. 5.519 triliun sampai 2019 mendatang. Diperkirakan dalam jangka waktu lima tahun kebutuhan baja nasional mencapai 17,64 juta ton.
"Ke depan kita harus mendeorong TKDN sehingga penggunaan baja dalam negeri bisa menjadi prioritas," kata Saleh.