REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak awal terpilih sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti memang jarang menyinggung perikanan budaya dalam gebrakannya. Susi memilih menggencarkan perlawanan terhadap illegal fishing dan mengeluarkan aturan tentang perikanan tangkap, tetapi jarang tentang perikanan budidaya.
Dalam orasinya pada acara Outlook Perikanan Budidaya 2015 di Jakarta, Kamis (27/2), Susi pun mengakuinya. Menteri yang juga pebisnis di birang perikanan tangkap itu mengaku memiliki alasan pribadi yang membuat dia tidak begitu menyentuh perikanan budidaya.
"Selama ini banyak yang bicara kalau selama ini saya tidak pernah menyentuh budi daya. Ada sedikit prinsip pribadi yang membuat saya tidak akrab dengan budidaya di Indonesia. Soalnya daya dukung alam tidak mencukupi. Timbul masalah dari itu," jelasnya di depan para pembudidaya, Kamis (27/2).
Dia mengakui lebih senang dengan industri perikanan yang free maintainance. Dalam hal ini adalah perikanan tangkap, di mana alam yang akan menjaga biota laut.
Namun ia menyesalkan susutnya produksi udang windu yang dulu sempat berjaya. Susi juga menyayangkan penggunaan beberapa jenis alat tambak yang digunakan oleh penambah udang.
"Saya juga melihat pasang surut industri pengolahan ikan, seperti udang. Banyak pabrik di Cirebon sampai jatuh dan tutup. Lalu tumbuh satu industri baru," ujarnya.
Untuk itulah Susi memutuskan untuk menjadikan illegal fishing menjadi isu pertama yang dia lawan. Susi menyebut 80 persen kapal besar penangkap ikan menggunakan cantrang atau trawl yang tidak ramah lingkungan. "Triliunan rupiah kerugiannya," katanya.
Tetapi Susi berjanji untuk tetap mendorong berkembangnya perikanan budidaya. Di antaranya dengan menggalakkan pakan ikan mandiri. Salah satunya, dengan mendorong harga pakan ikan yang murah dengan penggunakan bahan baku lokal.