Kamis 26 Feb 2015 20:48 WIB

Hasil Demo Besar-besaran, Nelayan: Buntu!

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Nelayan dari berbagai daerah mengikuti aksi di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (26/2).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Nelayan dari berbagai daerah mengikuti aksi di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setelah diberikan kesempatan untuk bertemu dengan perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, koordinator aksi unjuk rasa ribuan nelayan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, Tajudin, merasa tidak puas dengan hasilnya.

Tajudin beserta sejumlah perwakilan dari Front Nelayan Bersatu dipersilakan untuk menemui pejabat dari KKP untuk mendiskusikan tentang Peraturan Menteri nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang atau trawl yang telah dimodifikasi. Dari KKP diwakili oleh Sekretaris Dirjen Perikanan Tangkap KKP Abduh Nurhidajat untuk berdialog dengan nelayan.

"Kami inginnya Bu Menteri sendiri yang berdialog dengan kami," ujar Tajudin.

Diskusi yang hanya berjalan selama15 menit ini otomatis tidak membuahkan hasil. Abduh sendiri berjanji untuk menyampaikan semua keluh kesah dari para nelayan yang telah datang ke Jakarta kepada Menteri Susi.

Abduh menegaskan kepada para nelayan bahwa kebijakan yang telah dibuat sama seksi tidak ada maksud untuk mematikan nelayan. "Kami ingin perikanan ini berjalan dengan memperhatikan keberlanjutan. Hasilnya juga kita yang akan merasakan," ujarnya kepada perwakilan nelayan.

Tidak puas dengan penjelasan pihak KKP, Tajudin bersama sejumlah perwakilan dari KKP memilih kuat ruangan. "Baiklah. Jadi pertemuan ini tidak menghasilkan apa-apa. Percuma. Deadlock," ujar Tajudin.

Para nelayan pun melanjutkan aksi mereka ke istana negara. Harapan mereka, agar presiden mau mendengar keluh kesah mereka.

Abduh menjelaskan, penggunaan alat tangkap cantrang sendiri sebetulnya awalnya diperbolehkan. Hanya saja, alat tangkap jenis ini hanya untuk kapal di bawah 5 gross ton. Penggunaannya pun, lanjutnya, hanya dengan ditarik secara manual dengan tangan.

"Sedangkan saat ini penggunaan cantrang sudah dimodifikasi. Jaringannya diperkecil. Semua biota jadinya terangkut. Dan coba lihat, kapal yang mereka bicarakan adalah kapal di atas 30 GT. Itu jelas bukan nelayan kecil. Pebisnis," ujarnya.

Dikonfirmasi di tempat lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tetap menolak untuk mencabut Permen nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan cantrang. Susi mengatakan tidak semua nelayan di Indonesia menggunakan cantrang. Sehingga, menurutnya tidak ada alasan baginya untuk mencabut aturan ini.

"Tidak bisa," katanya singkat kepada wartawan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement