REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Dua polisi Mesir yang dituduh membunuh seorang pengacara dalam penjara ditahan, Kamis, atas perintah jaksa, kata sumber kehakiman, dan menjadi kasus langka terhadap anggota pasukan keamanan.
Kedua polisi itu, seorang berpangkat letnan kolonel dan seorang mayor, akan ditahan selama empat hari untuk penyelidikan kasus kematian Karim Hamdy pada Selasa, dan bisa didakwa dengan pembunuhan, kata sumber di kantor kejaksaan.
Hamdy (27 tahun) tewas akibat disiksa, dua hari setelah ia ditahan dan laporan forensik awal menunjukkan bahwa ia mengalami retak tulang iga, memar dan pendarahan di dada dan kepala, kata mereka.
Puluhan pengacara menggelar unjuk rasa di luar gedung pengadilan Kairo untuk memrotes kematian Hamdy. Mereka membawa foto-fotonya dan berteriak "Kementerian Dalam Negeri preman". Hamdy ditangkap di rumahnya dengan dakwaan terlibat dalam unjuk rasa anti-pemerintah yang digelar Ikhwanul Muslimin, gerakan yang disingkirkan dari kekuasaan pada pertengahan 2013.
Polisi Mesir, yang terkenal dengan kejahatan pelanggaran hak asasi manusia selama kepemimpinan otokrat Hosni Mubarak, terpecah selama gerakan pemberontakan yang menggulingkannya pada 2011. Sejak itu, polisi membuat gerakan balik yang kuat dan kelompok HAM sekali lagi menuding mereka melakukan pelanggaran.
Ikhwanul Muslimin menghadapi salah satu upaya penumpasan terparah dalam sejarahnya, dimana ratusan pendukung tewas dalam unjuk rasa jalanan dan ribuan lainnya ditahan.
Pihak berwenang Mesir mengatakan Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok teroris yang terkait dengan militan Islam di Sinai, yang telah membunuh ratusan tentara dan polisi sejak presiden Mohamed Mursi disingkirkan pada 2013.
Pemerintah Mesir juga menyebut Ikhwanul Muslimin bertanggung jawab atas serangan-serangan bom, termasuk satu serangan yang menewaskan satu orang dan melukai 11 lainnya di Kairo pada Kamis.