REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Bank Syariah Mandiri (BSM) menyerahkan urusan kebijakan corporate action kepada pusat, yakni Bank Mandiri. Karenanya, mereka tak mau banyak berkomentar mengenai merger bank. Lagi pula, saat ini BSM mengaku tengah fokus membenahi manajemen dan memperkuat fundamental di sisi internal.
Direktur Keuangan BSM Agus Dwi Handaya kepada ROL menjelaskan, dalam sejarah perbankan syariah di Indonesia, keberjalanan BSM di 2010 hingga 2014 merupakan sekolah dengan pembelajaran yang mahal. Sekolah tersebut membuktikan rentannya pertumbuhan yang tinggi jika tak didukung risk management, kapasitas orang dan infrastruktur yang solid.
“Kami tidak mau itu terulang lagi kejadian di 2014 di mana kita mengalami penurunan laba yang signiikan,makanya dalam satu dua tahun kita ingin melakukan sejumlah penguatan fundamental,” tuturnya. Kemungkinan besar tidak akan tampak hasilnya dalam waktu singkat. Namun ia optimis penguatan tersebut akan membuat BSM kuat dan makin menumbuhkan kepercayaan umat.
Sekali lagi ditegaskannya, urusan merger merupakan urusan pemegang saham dan Bank Mandiri. Terlebih, Mandiri telah berpengalaman dalam hal akuisisi dan merger. Namun menurutnya, alangkah baiknya jika untuk semua perbankan syariah terlebih dahulu melakukan konsolidasi, melakukan penguatan secara mendasar agar ketika nantinya ingin merge atau apapun, akan menjadi mudah.