REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika
Dewasa ini, persoalan lingkungan menjadi sebuah isu global yang dibincangkan masyarakat dunia. Itu lantaran rusaknya sebagian ekosistem dan ketiadaan upaya untuk melestarikan lingkungan sekitar membuat kualitas kehidupan di Bumi, semakin menurun dari waktu ke waktu.
Kasus global warming (pemanasan global), misalnya, sanggup menyita seluruh perhatian masyarakat dunia. Menurunnya suhu di Kutub Utara dan Selatan yang diikuti dengan mencairnya salju abadi membuat tingkat permukaan air laut mengalami kenaikan. Kalau dibiarkan, beberapa pulau kecil dengan ketinggian tertentu dipastikan tenggelam.
Menyikapi fenomena itu, banyak negara menaruh perhatian khusus terhadap masalah lingkungan. Semakin banyaknya industri yang tumbuh di sebuah negara, saat ini dibarengi dengan isu ekonomi hijau. Sehingga, seiring dengan terciptanya polusi, di sisi lain kampanye global terhadap kelestarian lingkungan menjadi hal yang tak bisa ditawar lagi.
Menyadari pentingnya isu lingkungan tersebut, bahkan beberapa negara sepakat membentuk organisasi yang bertujuan meningkatkan semangat pertumbuhan hijau bernama Global Green Growth Institute (GGGI). Organisasi berpengaruh yang bermarkas di Seoul, Korea Selatan, tersebut saat ini dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tujuan didirikannya GGGI bertujuan untuk mengkampanyekan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan, khususnya di negara berkembang. Dengan kata lain, setiap negara wajib memperhatikan masalah lingkungan ketika berkeinginan untuk menggenjot perekonomian.
Sayangnya, kerusakan lingkungan masih belum menjadi perhatian serius di semua kalangan masyarakat Indonesia. Meski muncul sekelompok orang yang mengkampanyekan kepedulian lingkungan, sifatnya masih sporadis. Misalnya, kampanye mematikan listrik di Hari Bumi, membuang sampah pada tempatnya, dan gerakan bike to work atau bersepeda ke tempat kerja.
Pendekar lingkungan
Memang harus diakui, munculnya kepedulian dari sekelompok orang di tengah abainya mayoritas masyarakat terhadap isu kelestarian lingkungan itu layak diapresiasi. Hanya saja, di tengah kehidupan yang kian materialistik, ternyata di sisi lain muncul para pahlawan lingkungan yang keberadaannya selama ini kurang mendapat perhatian.
Para pengabdi lingkungan tersebut sudah berkontribusi banyak dalam menyelamatkan lingkungan, meski oleh sebagian orang di pandang sebelah mata. Padahal, tanpa keberadaan mereka—yang saya sebut sebagai pendekar lingkungan tersebut—bisa jadi masyarakat akan mendapati lingkungan sekitarnya bertambah rusak.
Para pendekar lingkungan ini bersedia bekerja dalam sepi. Tanpa publikasi media dan sorotan kamera, mereka mengabdikan diri sepenuh hati untuk perbaikan alam. Meski keberadaannya kurang mendapat perhatian pemerintah, mereka terus bergerak dan bekerja tanpa pamrih untuk mendedikasikan hidupnya demi mewariskan kehidupan lebih baik untuk anak cucu kita.
Beruntung, pada saat bersamaan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) secara konsisten sejak 2000, ikut berpartisipasi mengampanyekan kelestarian lingkungan. Salah satu langkah konkret kehadirannya adalah dengan pemberian Kehati Award yang diserahkan di Jakarta pada 28 Januari lalu.
Kehati Award VIII kali ini diberikan kepada enam sosok inspiratif dari 12 kandidat, yang selama ini getol merawat dan menjaga keberlangsungan lingkungan. Hingga kini, peraih penghargaan tersebut mencapai 35 orang atau kelompok.
Tentu saja, kepedulian Yayasan Kehati yang berkenan memantau aktivitas dan dedikasi mereka patut diacungi jempol. Apresiasi tersebut setidaknya bisa menjadi pemacu semangat bagi mereka untuk bisa menjaga alam ini menjadi tempat yang lebih baik, baik untuk manusia maupun habitat hidup lainnya.
Enam pendekar lingkungan dari berbagai daerah di Nusantara tersebut dipilih secara ketat dengan kriteria memberikan dampak positif pada masyarakat, keberlanjutan kegiatan, dan besarnya upaya yang dilakukan di luar tugas dan kewajiban yang diembannya
Para pemenang tersebut adalah, Aziil Anwar dari Majene, Sulawesi Barat pada kategori Prakarsa Lestari Kehati karena upayanya menumbuhkan bakau di karang-karang mati. Januminro dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada kategori Pendorong Lestari Kehati, karena usahanya mengelola hutan gambut hak milik.
Dari kategori Peduli Lestari Kehati, pemenangnya adalah CV Arum Ayu dari Tangerang Selatan, Banten karena upayanya mengolah sumber pangan lokal dan mengajarkannya pada banyak orang.Agustinus Sasundu dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, memenangkan kategori Citra Lestari Kehati berkat upayanya mempopulerkan musik bambu.
Kemudian, di kalangan generasi muda, terdapat Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur (KeSEMaT) dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah yang menjadi pemenang kategori Tunas Lestari Kehati karena upayanya menjadikan bakau sebagai gaya hidup.
Pada kategori Cipta Lestari Kehati, pemenangnya adalah Achmad Subagio dari Jember, Jawa Timur, seorang peneliti yang mendorong pangan lokal di lahan marginal. Yang dimaksud lahan marginal adalah adalah lahan yang kehilangan kemampuan untuk mendukung kegiatan fisiologis tumbuhan yang terjadi akibat proses pembentukan, kerusakan alam atau akibat aktivitas manusia, yang membutuhkan perlakuan lebih untuk kegiatan ekonomi.
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember ini merasa prihatin dengan kondisi lahan seperti itu yang tersebar luas di sekitar tempat tinggalnya. Pria yang memiliki idealisme kuat terhadap ketahanan pangan ini memulai inspirasinya untuk mengembangkan singkong menjadi alternatif pangan nasional.
Melihat begitu banyak lahan marginal, terutama di area pesisir sepanjang Jember hingga Lumajang, ia mengembangkan singkong dan pembinaan petaninya untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian dengan tepung Mocaf, yang merupakan hasil olahan ubi kayu atau singkong.
"Lahan-lahan marginal di Indonesia ternyata jumlahnya lebih dari 60 persen dari lahan yang ada, itu artinya selama ini lahan-lahan tersebut tidak digarap dengan baik. Setelah saya kembali dari Jepang dan kemudian berpikir, resource apa yang sebenarnya murah di Indoesia, kemudian saya berpikir singkong."
Para pemenang ini dipilih dengan penjurian yang ketat dari 88 aplikasi yang terdaftar. Juri yang berjumlah lima orang, terdiri ketua dewan juri Eko Baroto, didampingi Yusni Emilia Harahap, Agus HS Reksoprodjo, Asclepias RS Indriyanto, dan Gesit Ariyanto, yang berusaha keras memilih para pemenang dari kriteria ketat yang telah ditentukan sebelumnya.
Pembina Yayasan Kehati Emil Salim mengatakan, apa yang telah dilakukan para peraih Kehati Award patut dihargai setinggi-tingginya. Meskipun yang mereka lakukan belum tentu besar, tetapi jalan mereka sudah benar. “Mereka melestarikan keanekaragaman hayati. Pada mereka, hormat saya,” kata mantan Menteri Lingkungan Hidup tersebut.
Kehati bangkitkan kepedulian
Ketua Pembina Yayasan Kehati Ismid Hadad menyebut, para pemenang tersebut merupakan jawara, karena berani melawan arus untuk mau menyelamtkan lingkungan. Dia pun gembira lantaran setiap tahun bertemu dengan muka baru yang menjadi harapan keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan. “Tanpa instruksi atau uluran tangan pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, MS Sembiring selaku Direktur Eksekutif Yayasan Kehati menjelaskan, pesan kuat yang ingin disampaikan yayasannya dalam acara tahunan penganugerahan itu adalah untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap keanekaragaman hayati.
Dia menginginkan, masyarakat bisa semakin sadar terhadap isu lingkungan, khususnya pangan, energi, kesehatan, dan air (PEKA). “PEKA ini telah menjadi fokus rencana strategis Kehati selama lima tahun ini,” katanya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LH) Siti Nurbaya memuji kegiatan yang digelar Yayasan Kehati. Siti sangat menghargai usaha yayasan ini yang telah menjalankan sebagian peran pemerintah dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Dia berharap, Kehati Award nantinya dapat menjadi simbol bangkitnya kesadaran bangsa Indonesia, untuk bersama-sama memberikan perjuangan dan pengorbanan bagi keanekaragaman hayati. Tidak lupa, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama lebih menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. “Apa yang dilakukan oleh Yayasan Kehati ini sangat membantu pemerintah,” katanya.
Melihat sepak terjang peraih Kehati Award dan Yayasan Kehati, semoga ke depannya semakin banyak individu maupun kelompok yang tergerak untuk bisa semakin peduli terhadap kelestarian lingkungan di sekitarnya. Dengan begitu, kita akan ikut berkontribusi mewariskan alam yang lebih baik kepada anak cucu kita.