REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus kejahatan narkoba Bali Nine asal Australia tidak akan mempengaruhi hubungan antarkedua negara.
‘’Pelaksanaan hukuman mati itu tidak ada imbasnya karena ini kan bentuk kedaulatan kita dan harga diri bangsa itu penting,’’ kata dia kepada Republika, Jumat (28/2) malam.
Lagipula, kata dia, Australia yang akan menderita kerugian jika benar-benar memboikot, apalagi memutuskan hubungan diplomatik. Sebab, selama ini negeri kangguru itu banyak diuntungkan ketika menjalin kerjasama dengan Indonesia.
Mulai dari bisnis ekspor sapi ke Indonesia, hingga bantuan dari Australia untuk Indonesia yang sukses digunakan menanggulangi serangan terorisme maupun pencari suaka ke negeri kangguru itu. Artinya, Indonesia sukses menjadi tameng untuk menghadapi persoalan terorisme dan pencari suaka yang hendak masuk ke Australia.
‘’Jadi, jangan hanya karena membela warganya yang terbukti secara hukum melakukan kejahatan akhirnya mengorbankan kerja sama yang menguntungkan Australia. Ini yang harus dipikirkan mereka karena bisa menjadi bumerang,’’ ujarnya.
Justru, ia menilai sikap pemerintah Australia yang bereaksi berlebihan dalam membela warganya dapat merusak hubungan kedua negara. Sebab, karena Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott yang membela mati-matian duo Bali Nine dengan mengeluarkan ancaman boikot hingga mengungkit-ungkit bantuan tsunami Aceh 2004 membuat marah Masyarakat Indonesia.
‘’Pembelaan seperti itu dianggap sebagai intervensi dan rakyat Indonesia bahkan meminta hukumannya dipercepat,’’ katanya.