REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR -- Ketua Umum DPP PPP hasil muktamar Surabaya, M Rohamurmuziy menanggapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan pengurus PPP hasil muktamar Jakarta (kubu Djan Faridz) dengan ilmu fikih (Ilmu tentang tata cara beragama Islam).
"Setelah putusan PTUN, bagaimana status PPP? di dalam kaidah fikih itu berbunyi segala sesuatu tetap pada asalnya," kata Romi, sapaan Rohamurmuziy saat memberi sambutan dalam musyawarah wilayah DPW PPP Sulawesi Selatan di Makassar, Sabtu (28/2) malam.
Romi menjelaskan, Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (pemerintah) yang mengakui kepengurusan DPP PPP hasil muktamar Surabaya berlaku pada asalnya. Keyakinan itu tak bisa digugurkan dengan keraguan. "Peraturan yang sudah diterbitkan oleh menkumham itu sudah ada di lembaran negara. Yang meragukan itu adalah putusan pengadilan (PTUN) yang belum berkekuatan hukum tetap," katanya.
Menurutnya, putusan PTUN termasuk kategori hukum yang meragukan karena belum tetap. Sehingga, kader-kader PPP harus tetap mematuhi aturan hukum yang telah diakui oleh negara yakni SK Menteri Hukum dan HAM.
"Jadi ini adalah kaidah fikihnya yang telah diwariskan oleh para ulama. Maka kepengurusan yang berlaku adalah sesuai jawaban Menkumham kepada KPU bahwa kepengurusan yang diakui adalah pengurus hasil muktamar Surabaya," katanya.
Seperti diketahui, Rabu (25/2), Majelis Hakim PTUN yang diketuai Teguh Satya Bhakti mengabulkan gugatan mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. Majelis Hakim menilai, gugatan yang diajukan kubu SDA adalah dampak dari intervensi pihak tergugat, yaitu Kemenkumham yang dianggap ikut campur dalam konflik internal parpol.
Majelis hakim kemudian mengabulkan seluruhnya gugatan SDA atau pihak penggugat dan membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014.