Ahad 01 Mar 2015 18:06 WIB

Harga Mahal, Petani 'Tebas' Padi di Sawah

Rep: Eko Widiyatno / Red: Djibril Muhammad
Petani memberi pupuk pada tanaman bawang di Desa Gunting, Sukorjo, Pasuruan, Jatim.
Foto: Antara/Adhitya Hendra
Petani memberi pupuk pada tanaman bawang di Desa Gunting, Sukorjo, Pasuruan, Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Tingginya harga beras dan gabah, membuat cukup banyak petani di wilayah eks Karesidenan Banyumas menjual padinya di sawah dengan sistem tebas.

Tanaman padi yang mereka jual secara tebas umumnya tanaman yang tidak lama lagi panen, sehingga harga tebasnya pun relatif tinggi.

"Memang ada petani yang mulai menjual padinya dengan sistem tebas. Namun karena tanaman yang mereka jual secara tebas tinggal dua atau tiga minggu lagi panen, maka harga tebasnya juga cukup tinggi," kata Sekretaris Assosiasi Perberasan (APB) Kabupaten Banyumas, Faturrahman, Ahad (1/3).

Hal ini juga dibenarkan Humas Bulog Sub Divre IV Banyumas, Priyono. Dia menyebutkan, petani menjual padinya dengan sistem tebas karena memanfaatkan kondisi harga gabah dan beras yang saat ini masih tinggi. Karena itu, harga tebasnya juga tidak terlalu rendah.

Untuk itu, kata Priyono, tidak semua pedagang bersedia membeli tanaman padi petani dengan sistem tebas. "Pedagang yang berani membeli dengan sistem tebas, harus benar-benar bisa memperkirakan hasil produksi sawah yang ditebas. Kalau keliru, bisa-bisa malah rugi," katanya.

Faturrahman yang juga menjabat sebagai Manajer KUD Patikraja dan bergerak dalam usaha tata niaga beras, bahkan menyebutkan harga tebas yang dipatok petani saat ini sangat tinggi.

"Kami dari KUD Patikraja tidak berani membeli dengan sistem tebas. Soalnya kami tidak bisa memperkirakan secara pasti berapa hasil gabahnya," katanya.

Dia menyebutkan, dari beberapa kali keliling lahan persawahan di wilayah eks Karesidenan Banyumas, dia mengaku ditawari beberapa petani yang hendak menjual tanaman padinya dengan sistem tebas. Namun harga yang ditawarkan sudah sangat tinggi, sekitar Rp 18 juta hingga Rp 20 juta per bau (8.000 meter persegi).

"Dengan harga tawaran setinggi itu, terus terang kami tidak berani membeli. Soalnya, kalau sudah membeli dengan sistem tebas, berarti semua proses panen sampai angkut, nanti kami yang menangani," katanya.

Untuk itu, Fatur menyebutkan, sampai sekarang pihaknya hanya mau membeli gabah dengan sistem langsung. Baik membeli langsung di sawah dalam bentuk gabah basah, maupun gabah kering. "Risikonya terlalu tinggi bila kami membeli dengan sistem tebas," katanya.

Dia menyebutkan, saat ini harga gabah masih bertahan tinggi. Di sawah, dalam bentuk gabah basah, masih diharga Rp 5.300 per kg. Sedangkan harga gabah kering, masih bertahan pada kisaran Rp 6.500 per kg.

Sedangkan untuk wilayah eks Karesidenan Banyumas, areal persawahan yang mulai panen baru di sebagian wilayah Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap, dan sebagian wilayah di Kabupaten Purbalingga.

"Yang panen masih belum terlalu banyak, sehingga harga masih tinggi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement