REPUBLIKA.CO.ID, LUBUKLINGGAU -- Pemerintah dan orang tua diminta meningkatkan sosialisasi Undang-Undang tentang perlindungan anak. Tujuannya guna menekan tindak kekerasan dan pelecehan terhadap anak di bawah umur.
"Kami sangat perihatin melihat jumlah angka pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak dibawah umur di wilayah itu terus terjadi belakangan ini," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Lubuklinggau Astuti Karya Dewi, Senin (2/3).
Ia mencontohkan kasus pelecehan seksual terhadap empat korban anak Sekolah Dasar dilakukan oleh oknum gurunya dan penyebaran video mesum terhadap siswi di Kota Lubuklinggau pekan lalu. Perbuatan tersebut menunjukan lemahnya pengertian masyarakat terhadap Undang-Undang perlindungan anak sehingga mereka tak segan-segan melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.
Padahal pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur itu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Saya sangat menyesalkan tindakan pelaku penyebar video mesum tersebut. Untung saja pelaku AR sudah ditangkap polisi," katanya.
Selama ini pelaku tidak tahu dengan hukum, sehingga sangat mudah melakukan perbuatannya yang merusak masa depan anak dibawah umur. Semua ini menandakan pelaku tidak mengerti masalah Undang-Undang dan tentu saja perlu perhatian dan sosialisasi lebih efektif tentang Undang-Undang kepada masyarakat luas.
Sosialisasi itu harus diiringi dengan meningkatkan budi pekerti dan etika serta ajaran agama perlu mendapat porsi yang lebih pada situasi sekarang. Apalagi tontonan internet sangat mudah didapatkan anak-anak, hal ini tentu saja mempengaruhi tingkah laku mereka. "Artinya, orang tua dan guru serta tokoh agama harus saling bahu membahu untuk membuat pagar iman kepada anak-anak," katanya.
Kapolres Lubuklinggau AKBP Dover Christian Lumban Gaol membenarkan sudah menangkap tersangka AR di rumah kontrakannya di Kabupaten Murara Enim, Sumsel pekan lalu. Penyebaran video mesum itu terungkap pada September 2014, tersangka sengaja mengunggah video mesum dirinya dengan IR (17) yang masih duduk di bangku sekolah.
Menurut pengakuan tersangka saat diinterogasi, video tersebut disebar ke media sosial Facebook karena jengkel dengan korban yang akan memutuskan hubungan di antara mereka. Perbuatan tersangka itu, terancam dijerat dengan pasal 76 D, Junto pasal 81 ayat 2, UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahahan UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp 15 miliar.
Setelah enam bulan menjadi DPO, tersangka sebagai pemeran utama pada kasus penyebaran video porno yang melibatkan salah satu siswi di SMK Kota Lubuklinggau pada September 2014, saat ini sedang diproses secara hukum.