REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Sejak April 2014, setidaknya enam ribu orang tewas di Ukraina timur meskipun gencetan senjata telah dilakukan. Hal itu diungkapkan kantor Hak Asasi Manusia PBB dalam sebuah pernyataan resmi, Senin (2/3).
Angka itu muncul berdasarkan hitungan awal yang mencapai 5.809 korban jiwa ditambah dengan ratusan korban baru akibat eskalasi dalam pertempuran di beberapa pekan terakhir. Terutama yang terjadi di dekat bandara Donetsk dan daerah Debaltseve.
"Laporan ini menggambarkan 'kehancuran tanpa ampun kehidupan sipil dan infrastruktur'," kata Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Zeid Ra'ad Al Hussein seperti dikutip CNN, Senin (2/3).
Untuk itu, ia menyerukan semua pihak guna mematuhi kesepakatan Minsk yang menyerukan gencetan senjata di banyak titik konflik itu. Sebab, pertempuran tersebut telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan terhadap warga sipil.
"Banyak yang telah terjebak di daerah konflik, terpaksa berlindung di ruang bawah tanah," ujarnya.
Mereka yang terjebak, kata dia, hampir tanpa air minum, makanan, pemanas, listrik bahkan obat-obatan dasar. Secara tegas ia mengatakan, bila anggapan keberadaan warga sipil di zona konflik merupakan kesalahan mereka sendiri adalah salah besar.
Alasannya, banyak dari mereka tetap bertahan karena takut untuk hidup mereka jika mencoba pindah. "Banyak orang tinggal untuk melindungi anak-anak, anggota keluarga lain atau harta benda mereka," lanjut dia.
Selama ini, Ukraina kerap ditimpa serangan teror terutama di Mariupol serta di Kharkiv dan Odesa yang berada di luar zona konflik. Hal ini jelas menjadi contoh buruk untuk memperluas daerah penyerangan.
"Ini akan mewakili bab baru yang sangat mematikan, memperluas daerah dimana aturan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia secara efektif tidak ada," ungkapnya.