Selasa 03 Mar 2015 16:07 WIB

10 Ribu Lampu untuk ‘Indonesia Terang’

Rep: mj01/ Red: Agus Yulianto
Alat tenaga surya (solar sel).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Alat tenaga surya (solar sel).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bagaimana kala sedang membaca pada malam hari, tiba-tiba terjadi pemadaman listrik? Hanya ada senter atau lilin yang bisa menjadi penerang. Tentu rasanya tidak nyaman karena penglihatan menjadi berkurang.

Hal tersebut nyatanya masih dialami masyarakat Indonesia yang berada di pedalaman. Di mana bagian sisi lain sudah terjamah listrik, mereka masih belajar sembari menggunakan cempor dan lilin. Padahal hampir 70 tahun Indonesia merdeka, tapi mereka masih belum merdeka dari kegelapan.

Dengan alasan itulah, Andika Lipo Sumatara dan keempat rekannya dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad membuat program 'Indonesia Terang' dengan lampu hemat energi yang diberinama Solahen. Solahen merupakan energi listrik yang berasal dari tenaga surya.

Tenaga surya memang bukanlah hal baru, tapi menurut pria yang kerap disapa Lipo ini, kebanyakan sasaran listrik tenaga surya masih belum tepat. "Biasanya yang pakai itu TOL dan perusahaan besar, padahal masyarakat pedalaman lebih membutuhkan," kata Lipo.

Kala ditemui di Ngopi Doeloe, Selasa (3/3), Lipo memaparkan alasan lain mengapa ia dan rekannya ingin mengembangkan program tersebut. Semasa kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Mekarjaya, Cianjur, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad itu menceritakan, bila di desa tersebut hanya ada beberapa rumah yang sudah dialiri listrik.

"Kami kan KKN yang harusnya mengabdi pada masyarakat, tapi rasanya tuh kok kurang mengabdi ya. Makanya, saya ingin buat program Indonesia Terang ini buat masyarakat pedalaman seperti tempat KKN saya," ucap mahasiswa angkatan 2010 itu.

Akhirnya, pada awal 2014, Lipo dan kawan-kawannya membuat Solahen dengan menggunakan aki. Namun, nyatanya kendala banyak ditemui masyarakat saat menggunakan Solahen aki. "Harus diisi ulang lagi, terus harus ada yang paham tentang elektro untuk pemasangannya," ujarnya.

Akhirnya, produk Solahen pun diubah menggunakan panel surya, dan baterai VRLA yang bisa menyimpan energi listrik sampai 12 jam. "Setelah itu, baru kami distribusikan lagi ke beberapa daerah seperti Nunukan, Maluku, Pulau Komodo, Raja Ampat, dan Cirata," kata Lipo.

 

Lipo meraih tas coklat di sampingnya, ia pun mengeluarkan satu set Solahen dari dalam tas tersebut. Ia memasang colokan kabel ke baterai, lantas menekan tombol lampu. Empat buah lampu LED sebesar tiga watt berwarna putih menyala terang. "Satu set terdiri dari empat lampu dengan panjang kabel lima meter, bisa dipakai buat teras, kamar mandi, ruang tengah, dan kamar," ucapnya sembari memasang kabel panel surya.

Lipo juga menjelaskan, bila panel surya ini tak perlu harus terkena matahari secara langsung. Di halaman atau teras rumah pun panel surya masih bisa menangkap sinar matahari. Bagaimana bila keadaan mendung? "Nah, itulah gunanya ada baterai ini. Jadi, kalau seharian tidak ada matahari, baterai ini menyimpan energi listrik dari hasil isi ulang panel surya," paparnya.

Harga yang diberikan Lipo untuk Solahen itu sebesar Rp 1,2 juta per set. Hingga saat ini, sudah terjual 100-an set Solahen ke beberapa pelosok negeri. Namun, hal itu belum membuat Lipo merasa puas. "Karena tujuan kami untuk menerangi seluruh pelosok negeri, maka kami ingin memberikan produk ini secara gratis kepada masyarakat," ujarnya.

Oleh karena itu, tim Solahen melakukan kerja sama dengan beberapa BUMN dan BUMS di Indonesia untuk memperoleh dana CSR. Salah satu BUMS yang bermitra dengannya adalah Medco Energi Indonesia. "Memang belum ada dana yang diberikan, tapi kami sudah dimasukkan dalam program MCA yakni bantuan dana dari pemerintahan Amerika," ucapnya.

Rencananya, dikatakan Lipo, bila dana bisa turun tahun ini, Solahen bisa disebarkan rata ke pelosok Indonesia. "InsyaAllah target tahun ini bisa memberikan 10.000 lampu untuk masyarakat pedalaman," ujarnya.

Mencapai target sebanyak itu, diakui Lipo tentu tidak mudah. Oleh karena itu, ia membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, seperti pemerintahan, BUMN dan BUMS, terutama para mahasiswa se-Indonesia.

Menurut Lipo, bercermin dari tri darma perguruan tinggi, yang mana salah satunya adalah pengabdian masyarakat, maka sudah menjadi kewajiban mahasiswa sebagai agen penggerak bangsa untuk melaksanakannya. "Mahasiswa jangan cuma berwacana atau aksi demo, tapi beri solusi yang nyata untuk rakyat," ujarnya.

Selain target 10.000 lampu, ada jangka panjang yang ingin diraih oleh mereka. Dengan adanya lampu ini, Lipo mengatakan, bisa membantu ratusan bahkan ribuan pelajar di pedalaman agar mereka bisa lebih nyaman belajar. "Mereka adalah penerus bangsa, bila mereka sudah diperhatikan sejak dini oleh negara, maka saat dewasa, mereka enggak akan menghianati nasionalismenya sendiri," ucap Lipo.

Dengan bantuan dari berbagai pihak, Lipo merasa optimis bisa mencapai target tersebut. Semakin banyak lapisan yanh membantu, Lipo menuturkan, maka akan semakin banyak manfaat yang terasa di pelosok negeri ini.

"Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, dan kami ingin menjadi seperti itu," kata Lipo sembari menghabiskan minuman dinginnya yang mulai mencair.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement