REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelimpahan kasus dugaan rekening gendut Budi Gunawan dari KPK ke Kejagung menurut Pakar Hukum Indonesia, Yenti Garnasih, terlalu terburu-buru. Padahal seharusnya kasus ini masih harus ditangani KPK sebagai lembaga independen anti korupsi. Bahkan ini bisa menjadi pelemahan KPK sendiri di mata hukum Indonesia.
Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti tersebut, pernyataan Plt KPK Taufiequrachman Ruki yang mengatakan KPK Kalah justru menjadi pelemahan bagi KPK. Pernyataan itu dikatakan Ruki saat menggelar jumpa pers terkait pelimpahan kasusnya, Senin (2/3) lalu.
Seharusnya sebagai pengganti ketua KPK yang dikriminalisasikan, Ruki bisa membawa angin segar bagi lembaga yang sedang bersitegang dengan Polri tersebut. "Pak Ruki jadi pandangan masyarakat. Pengakuannya justru melemahkan KPK," ujar Yenti, Selasa (3/3).
Sebagai pelaksana tugas, menurut Yenti, seharusnya Ruki tidak boleh melakukan pengambilan keputusan secara intuitif. Pasalnya, secara definitif masih ada pimpinan KPK lainnya yaitu Zulkarnain dan Adnan Pandu.
Apalagi pernyataannya dinilai Yenti sangat melemahkan KPK. Keputusan Ruki terlalu terburu-buru padahal kasusnya belum selesai. Harusnya KPK bisa melakukan upaya hukum terkait kasus ini.
Sementara itu, pegawai KPK hari ini berdemo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Pusat mengkritik keputusan pimpinan KPK melimpahkan kasus Budi Gunawan ke Kejagung. Mereka menuntut pengajuan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebagai langkah KPK menegakkan pemberantasan korupsi di Indonesia.