Selasa 03 Mar 2015 19:00 WIB

Perseturuan Ahok dan DPRD Telanjur Runyam

Rep: C15/ Red: Bayu Hermawan
Gubernur DKI Jakarta, Ahok
Gubernur DKI Jakarta, Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Universitas Parahyangan (UNPAR) Bandung, Asep Warlan Yusup menilai sengkarut antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan DPRD DKI Jakarta terlanjur runyam.

"Jika sudah masuk ranah hukum, maka presiden sekalipun sudah tidak berhak intervensi lagi," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (3/3).

Asep menilai, pemerintah pusat telat merespon perselisihan antara Ahok dan DPRD. Mestinya, sebelum masuk ke jalur hukum, persoalan perbedaan persepsi tentang dana di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tersebut bisa diselesaikan secara politis. Politik anggaran tersebut merupakan langkah lobi-lobi yang setidaknya masih bisa diselesaikan.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harusnya bersikap tegas dan cepat. Mendudukan kedua kubu untuk bisa saling mencari solusi dari dana 12 Triliyun tersebut.

Ia menilai, jika ternyata upaya duduk bersama tidak bisa menemukan solusi. Maka, Ahok bisa melaporkan dugaan tindak pidana korupsi tersebut ke pihak KPK.

Asep melanjutkan, baik Ahok maupun DPRD sedang mengalihkan yang tadinya kasus politik menjadi kasus hukum. Ahok hendak menggeser masalah politik ke masalah hukum, dengan melaporkan tindakan manipulasi anggaran yang dilakukan oleh dewan ke KPK, sebagai salah satu cara dia menyelesaikan masalah ini.

DPRD juga melakukan hal yang sama, membawa persoalan politik ke ranah hukum.

Perseteruan antara kedua kubu ini dimulai dari munculnya angka 12 Triliyun dalam RAPBD yang hendak disepakati antara Pemerintah dan anggota dewan.  Munculnya dana tersebut menggiring Ahok menduga adanya penggelembungan anggaran. Ahok kemudian membuat RAPBD versinya yang langsung diserahkan ke Mendagri.

Menurut para anggota DPRD, Ahok melakukan dua pelanggaran. Pertama, penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD 2015 kepada Mendagri. Menurut mereka hal tersebut patut diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan pemerintah DKI Jakarta. Kedua, Ahok telah melanggar norma etika perilaku sebagai Gubernur Provinsi DKI.

Karena keduanya tak ketemu untuk mencari titik temu permasalahan tersebut, maka Ahok pun melaporkan anggota dewan ke KPK, sedangkan DPRD DKI melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya dengan dugaan melanggar UU MD3.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement