REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Proyek pembangunan RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) di komplek kilang minyak Pertamina Cilacap, sudah hampir selesai. Koordinator Proyek RFCC Amir H Siagian, menyatakan saat ini penyelesaian proyek RFCC sudah mencapai sekitar 93 persen.
"Rapi kita mematok penyelesaian proyek 100 persen sudah termasuk dengan proses start up. Artinya, proyek selesai saat seluruh fisik RFCC sudah tinggal melakukan proses produksi. Jadi kalau dihitung proyek fisiknya saja, sebenarnya sudah hanya tinggal finishing saja," jelasnya, Selasa (3/3)
Berdasarkan pengertian tersebut, Amir menyebutkan proyek secara fisik, akan bisa diselesaikan pada Maret ini. Namun ditambah proses awal pengoperasian seperti proses startup, tuning, positioning dan sebagainya, maka kilang RFCC ditarget bisa berproduksi secara penuh pada Juni 2015.
"Ini sesuai dengan jadwal penyelesaian seluruh proyek, yang memang ditargetkan selesai Juni 2015," katanya.
Dia juga menyebutkan, bila kilang RFCC ini selesai, maka kapasitas produksi BBM dari Pertamina Refenery Unit (RU) IV Cilacap, akan bertambah. Selain itu, juga ada tambahan produksi sampingan seperti premium beroktan tinggi, propelen dan gas elpiji.
"Saat ini, kilang Cilacap memiliki kapasitas produksi sebanyak 348 barel minyak mentah per hari. Hasil produksinya, hanya berupa premium beroktan rendah, kerosin, avtur dan aspal.
Namun dengan pengoperasian RFCC, maka residu hasil pengolahan minyak mentah yang tidak terolah oleh kilang lama, bisa diolah lagi menghasilkan premium beroktan tinggi, propelan (bahan bakar roket), elpiji. "Sedangkan kapasitas produksi residu yang bisa diolah ini, mencapai 62 barel per hari," katanya.
Proses pembangunan proyek kilang RFCC yang menempati area 68 komplek kilang Pertamina Cilacap ini, mulai dimulai pada 2014.
Proyek pembangunan yang menelan biaya sekitar 1,1 miliar dolar AS tersebut, dilakukan konsorsium PT Adhi Karya Tbk dan perusahaan asal Korea Selatan, PT Goldstar (GS) Enginering.
Mengenai kelanjutan nasib tenaga kerja proyek RFCC, Amir mengaku, terakit dengan pengerjaan proyek yang hampir rampung, pihaknya memang mulai melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja.
Bila sebelumnya, jumlah tenaga kerja berstatus outsourching yang terlibat dalam pengerjaan proyek mencapai sekitar 8.300 orang, maka saat ini hanya tinggal 7.600 orang.
"Kita mungkin akan merekrut sebagian tenaga kerja tersebut, namun saya kira jumlah sangat sedikit. Sedangkan yang sebagian besar lainnya, akan dikembalikan pada perusahaan sub kontraktor yang mengerahkan tenaga kerja," jelasnya.
Untuk itu, dia mengaku pihaknya masih terus melakukan mediasi mengenai akan berakhirnya masa kontrak kerja mereka. "Tentunya, kita juga akan tetap memperhatian hak-hak mereka. PAlingv tidak hak-hak mereka secara normatif, harus dipenuhi," jelasnya.