REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA— Setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) merupakan indikator kesiapan calon jamaah haji.
"Jika setiap warga negara yang beragama Islam berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji tanpa adanya setoran awal BPIH, maka dapat menimbulkan kekacauan, kegaduhan, bahwa ketidakpastian hukum," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Abdul Jamil, Rabu (4/3).
Ia menyebutkan bahwa setoran BPIH merupakan salah satu indikator kesiapan dan komitmen calon jamaah haji.
Djamil juga menjelaskan bahwa setoran awal BPIH juga membantu mengatur dan merencanakan tata kelola keuangan ibadah haji.
Lantaran penyelengaraan ibadah haji memerlukan perencanaan, pengelolaan dan transparansi, serta akuntabilitas, dan profesionalitas dalam pengelolaan tata keuangannya.
Sebelumnya, ada sejumlah calon jamaah haji yang mempersoalkan masalah setoran awal BPIH yang diatur dalam Pasal 5 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Mereka akhirnya mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi karena menilai pengertian membayar BPIH itu harus diterjemahkan sebagai BPIH pada tahun berjalan.
Seperti pasal-pasal yang lain menyebutkan bahwa calon jamaah haji harus membayar BPIH setelah mendapat persetujuan dari presiden dan DPR, dan sesuai dengan kuota yang ditetapkan.
Para pemohon mengajukan Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan sejumlah pasal dalam UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk diujimaterikan.