REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepala Bidang Pendayagunaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali, N Artana berharap seluruh masyarakat Indonesia bisa mengerti tujuan dari eksekusi mati pengedar narkoba di negara ini. Ia merujuk pada persiapan eksekusi dua terpidana mati Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan yang akan menghadapi regu tembak di Nusa Kambangan, Cilacap dalam waktu dekat.
"Khusus tentang narkoba, tidak ada pengampunan," ujar Artana di Denpasar, Rabu (4/3).
Artana berpendapat, masyarakat perlu melihat kasus Bali Nine ini bukan hanya dari perspektif 'pesakitan' yang dalam hal ini adalah Chan dan Sukumaran, melainkan juga korban generasi muda akibat 'bergaul' dengan barang haram ini. Sebanyak 40-50 orang setiap harinya harus meninggal karena narkoba di Indonesia.
Hasil penemuan BNN Bali menunjukkan jenis-jenis narkoba yang beredar semakin beraneka ragam. Menurut Artana, jika dulu orang hanya mengenal ekstasi, shabu-shabu, ganja, dan kokain, maka sekarang barang haram itu sudah berkembang bentuknya menjadi lysergic acid diethylamide (LSD). Bali secara riil memang belum mengungkap kasus terkait LSD ini. Hanya saja, secara teknis ada laporan ke BNN Bali yang menginformasikan bahwa jenis narkotika baru itu sudah mulai masuk ke Bali.
"Dampak hukuman mati ini memberikan efek jera bagi mereka yang menjadi pelaku dan juga pengedar-pengedar yang masih beredar luas di luar sana. Tujuan hukuman mati ini harus dimengerti masyarakat," katanya.
Eksekusi mati untuk Chan dan Sukumaran dinilainya adalah putusan yang inkrah. Dalam teori hukum, ada psikologis visual dimana setiap sanksi memberikan efek kepada seluruh masyarakat yang berniat melakukan kejahatan serupa. Ini bisa mengurangi tingkat kejahatan mereka.
Artana ikut mendoakan semoga pelaksanaan pemindahan, isolasi, dan ekseusi bisa berjalan lancar. Dia pun mengimbau seluruh masyarakat Bali untuk membersihkan diri, membersihkan lingkungan, dan membebaskan Pulau Dewata dari sentuhan narkoba.