Rabu 04 Mar 2015 16:13 WIB

Kerusuhan Batang Akibat Tersumbatnya Komunikasi Pemerintah-Nelayan

Rep: C78/ Red: Satya Festiani
Nelayan memperbaiki jaring pukat harimau, di Jalan Raya Pamekasan-Sampang Desa Bandaran, Tlanakan Pamekasan, Jatim, Selasa (3/2)
Foto: ANTARA FOTO/Saiful Bahri/Rei/pd/15
Nelayan memperbaiki jaring pukat harimau, di Jalan Raya Pamekasan-Sampang Desa Bandaran, Tlanakan Pamekasan, Jatim, Selasa (3/2)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar mengindikasi, kerusuhan yang terjadi di Batang Jawa Tengah merupakan bentuk eskalasi dari protes yang selama ini telah dilakukan oleh nelayan setempat. Tersumbatnya komunikasi serta minimnya solusi alternatif dari pemerintah terhadap pelarangan alat tangkap pun menjadi penyulut utamanya.

"Makanya, saya meminta pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membuka jalur komunikasi kepada nelayan maupun pelaku industri perikanan secara intensif," kata dia berdasarkan rilis yang diterima Republika pada Rabu (4/3). Komunikasi tersebut utamanya dalam mensosialisasikan berbagai kebijakan perikanan yang belum lama ini diterbitkan.

Sebelumnya, terjadi unjuk rasa menolak Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan  No 2/2015 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berakhir rusuh. Ribuan nelayan dari berbagai wilayah di Kabupaten Batang, Jawa Tengah nekat memblokir jalur utama Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah kemarin.

Peraturan tersebut memuat larangan penggunaan Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Permen menyebutkan, setiap orang dilarang mengoperasikan cantrang di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan informasi yang diterima dari National Traffic Management Center (NTMC) Korlantas Mabes Polri yang diterima Rofi, ratusan kendaraan terjebak dalam antrean panjang sejak dari Jembatan Sumbang hingga ke Kota Batang.

Untuk mencegah hal tersebut terulang, ia menekankan langkan selanjutnya di samping membuka komunikasi yakni memunculkan alternatif solusi. Legislator asal Jatim tersebut menambahkan, alat tangkap dan daerah tangkapan yang selama ini berlaku memiliki dampak kurang baik terhadap ekosistem dan biota laut, namun tentu saja kondisi tersebut tidak serta merta harus disikapi dengan pelarangan secara sepihak.

Rofi juga menyinggung terjadinya kericuhan terkait kebijakan KKP di mana ratusan warga nelayan dan penambak ikan NTB mendatangi kantor Gubernur NTB menolak peraturan Menteri Susi Pujiastuti yang diklaim merugikan mereka (19/1). Menurut Nelayan NTB Peraturan Menteri (Permen) Nomor 1 Tahun 2015 diklaim merugikan para nelayan NTB karena tidak diperbolehkan menangkap bibit lobster dan tidak bebas menjualnya ke luar daerah seperti sebelumnya. "Karenanya, masalah inu jangan dibiarkan berlarut-larut," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement