Rabu 04 Mar 2015 16:54 WIB

Hakim Bebaskan Tuntutan Hukuman Mati, KY akan Telaah Putusan

Rep: c63/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menerima aduan dari Anggota Koalisi Masyarakat Sipil saat pelaporan dugaan pelanggaran kode etik hakim saat mengadukan Hakim Sarpin Rizaldi ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (17/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menerima aduan dari Anggota Koalisi Masyarakat Sipil saat pelaporan dugaan pelanggaran kode etik hakim saat mengadukan Hakim Sarpin Rizaldi ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Yudisial (KY) belum dapat memastikan apakah putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang berpotensi melanggar hukum pasca membebaskan terdakwa Meirike Pranola (Ola) dari tuntutan hukuman mati.

Ketua KY Suparman Marzuki mengatakan KY harus terlebih dahulu mengkaji lebih dalam putusan majelis hakim yang bersangkutan. Selain itu juga, KY juga harus menunggu laporan dari salah satu pihak yang merasa dirugikan atas putusan tersebut.

"Kalau ada laporan, biasanya kita akan telaah, dimana masalah-masalah yang dilaporkan, apa betul, kita bisa baca putusannya, tapi kita belum bisa memberikan komentar, karena kita belum membaca," ujar Suparman, Rabu (4/3).

Ia menilai untuk setiap kasus majelis hakim memiliki kewenangan menjatuhkan putusan sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Selama hal tersebut dilakukan, ujar Suparman, majelis hakim telah memutuskan dengan sesuai.

Ia juga mengungkapkan tidak ada kriteria tertentu hakim yang terindikasi berpotensi melanggar hukum. Hal ini kata dia, karena setiap perkara memiliki persoalan yang berbeda. "Nggak bisa digeneralisir, itu kasus per kasus, jadi mesti diliat dulu kasus per kasus seperti apa," ujarnya.

Begitu pun dengan putusan vonis Ketua Majelis Hakim Bambang Edi Supriyanto yang membebaskan Ola dari hukuman mati pada sidang di PN Tangerang, Senin (2/3) lalu. Menurutnya, untuk menilai apakah hakim telah memutus sesuai fakta-fakta persidangan, perlu ditelaah lebih jauh dalam amar putusan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement