REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi tenaga kerja Indonesia, Erwiana yang baru saja memenangkan haknya atas kekerasan yang telah menimpanya. Komnas Perempuan mencatat hal ini sebagai tonggak revolusi perlindungan buruh migran di Hongkong.
Komnas Perempuan juga mengapresiasi kegigihan Erwiana dan organisasi pekerja migran di Hongkong yang konsisten serta membangun solidaritas yang kuat untuk mengawal kasus ini hingga mencapai kemenangan. Kemenangan Erwiana adalah buah perjuangan dan solidaritas antar pekerja migran.
Hal ini makin mengukuhkan pentingnya pekerja migran berorganisasi dan mendukung organisasi-organisasi buruh migran terus berkembang dan menguat karena Komnas Perempuan meyakini aktor utama perubahan nasib pekerja migran tidak lain adalah pekerja migran itu sendiri, tapi negara harus turut bertanggungjawab.
"Kemenangan Erwiana merupakan tonggak penting untuk memutus impunitas pelaku kekerasan dan eksploitasi buruh migran," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, Kamis (4/3).
Melalui kasus Erwiana ini, Komnas Perempuan menilai mampu mendorong penyelesaian kasus kasus yang menimpa buruh migran Indonesia yang kerap mendapatkan kekerasan di negeri orang. Bahkan kekerasan tersebut sampai menyebabkan kematian.
Komnas Perempuan berpandangan pengakuan dan perlindungan PRT untuk bekerja layak merupakan langkah penting yang harus segera diambil untuk meminimalisir kerentanan yang dialami PRT sebagai paket kebijakan perlindungan tenaga kerja keluar negeri.
Erwiana adalah seorang buruh migran di Hongkong yang mendapatkan penganiyayan dari majikannya. Sebelumnya, Erwiana kerap diancam majikan jika membawa persoalan tersebut ke meja pengadilan.
Saat Erwiana bertemu dengan sesama kawannya di pusat keramaian Hongkong, akhirnya ia baru bisa berani untuk membawa kekerasan yang dilakukan oleh majikannya ke pihak berwajib.
Menunggu selama kurang lebih sepuluh bulan penyelesaian kasusnya, akhirnya awal Maret, Hakim Amanda Woodcock di Pengadilan Distrik Wanchai Hongkong memutuskan majikan Erwiana dengan hukuman enam tahun penjara dan denda 15.000 dolar hongkong.