Kamis 05 Mar 2015 14:17 WIB

Industri Plastik Hilir Tak Menikmati Turunnya Harga Minyak Dunia

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Satya Festiani
Harga uMinyak Dunia Turun - ilustrasi
Foto: blogspot.com
Harga uMinyak Dunia Turun - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAplas) Amir Sambodo mengatakan, rendahnya harga minyak mentah tidak serta merta menyebabkan industri petrokimia dapat berkembang lebih cepat. Pasalnya, kapasitas industri petrokimia yang tersedia belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Industri petrokimia masih memiliki ketergantungan bahan baku dari luar negeri," ujar Amir di Jakarta, Kamis (5/3).

Amir menjelaskan, industri hulu petrokimia masih memerlukan bahan baku impor naphtha, sedangkan industri hilir juga membutuhkan tambahan bahan baku berupa polimer. Saat ini kekurangan kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari kelebihan pasokan di negara-negara Asia Tenggara, yang impornya sudah tidak dikenakan bea masuk.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis INAplas Budi Susanto mengatakan, menurunnya harga minyak dunia tidak sepenuhnya dinikmati oleh industri hilir. Menurutnya, fluktuasi rupiah lebih condong memiliki pengaruh signifikan bagi industri hilir.

"Industri hilir beli bahan baku pakai dolar AS, tapi menjual produk dengan rupiah jadi mereka tidak menikmati," ujar Budi.

 

Namun, salah satu keuntungan yang bisa dirasakan oleh industri hilir yakni ketika harga bahan baku turun, maka harga jual tidak langsung turun. Sementara itu, dengan adanya pelemahan rupiah dan turunnya harga minyak dunia sangat menguntungkan bagi industri hulu.  

Budi mengatakan, kebutuhan polimer bagi industri hilir memang belum sepenuhnya dapat dipenuhi di dalam negeri sehingga harus impor. Akan tetapi, pemerintah sudah memfasilitasi dengan memberlakukan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor polimer dari negara-negara non Asia Tenggara sebesar 10 sampai 15 persen.  

"Saat ini industri hulu olefins PT Chandra Asri Petrochemical Tbk sedang melakukan peningkatan kapasitas pabrik ethylene dan propylene sebesar 43 persen, dengan nilai investasi 380 juta dolar AS," kata Budi.

Dengan peningkatan kapasitas tersebut, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku polimer di Tanah Air. Selain itu Pertamina juga sedang berencana untuk membangun pabrik baru polypropylene dan pabrik petrokimia yang terintegrasi dengan kilang minyak. Nilai investasinya diperkirakan mencapai lima miliar dolar AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement