REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mediasi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas polemik dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum mencapai kata sepakat.
"Mediasi saya yang pimpin, dan saya yang menghentikan (mediasi) karena masing-masing (baik Ahok maupun DPRD) dalam posisi memberi penjelasan masing-masing," jelas Sekjen Kemendagri Yuswandi Tumenggung kepada wartawan di gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Kamis (5/3).
Yuswandi meminta, pertemuan mediasi secara tertutup yang tidak menemukan kata sepakat itu, tidak diartikan sebagai deadlock. "Tidak ada deadlock, itu kan belum mengambil keputusan," terangnya.
Sesaat sebelum pertemuan diakhiri, sempat terdengar suara keras dari dalam ruangan. Menurut Yuswandi seluruh pihak kala itu memang berbicara keras.
Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan pihaknya terus mendorong adanya proses dialogis antara DPRD dengan Ahok.
Jika hingga batas waktu yang ditentukan yakni 13 Maret 2015 kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat, maka Kemendagri akan mengambil keputusan untuk memastikan APBD tidak tersandera dinamika politik.
"Tentu kalau tidak mencapai titik temu Kemendagri bisa mengambil alih. Opsi terakhir adalah melaksanakan pagu anggaran 2014 yang muncul pada angka perubahan. Tapi harus ada solusi, karena intinya APBD tidak boleh tersandera dinaamika politik, semua program harus terjamin," tegasnya.
Saat ini polemik antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD DKI Jakarta masih berlangsung. Polemik ini bermula dari pengajuan anggaran APBD melalui e-budgeting yang dilayangkan Ahok ke Kemendagri tanpa adanya tanda tangan persetujuan DPRD DKI Jakarta.
DPRD menilai pengajuan anggaran e-budgeting itu bak surat bodong. DPRD DKI Jakarta kemudian menggunakan hak angket terkait keputusan Ahok itu.
Ahok sendiri menekankan e-budgeting bisa diajukan tanpa tanda tangan DPRD DKI Jakarta. Ahok juga menyatakan sengaja tidak meminta persetujuan dana APBD agar dana siluman pengadaan alat UPS senilai Rp 12,1 triliun yang telah dicoretnya tidak muncul lagi. Saat ini Ahok telah melaporkan dugaan "dana siluman" tersebut ke KPK.