REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Aditya Mufti Arifin, menilai Instruksi Presiden (Inpres) yang akan dikeluarkan Jokowi bisa menguatkan ataupun melemahkan KPK. Sebagai lembaga yang terkait, inpres ini tentunya akan mempengaruhi tiga lembaga hukum yang disebutkan yaitu, KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri.
Instruksi yang belum sampai tahap final tersebut dikeluarkan terkait polemik tiga institusi yang berwenang dalam proses pemberantasan korupsi. Inpres ini nantinya akan fokus pada pencegahan korupsi. Aditya mengatakan jika isinya berupa koordinasi di lembaga hukum itu akan menjadi penguatan bagi KPK yang berwenang.
Selain menguatkan, ternyata hal tersebut juga bisa melemahkan KPK. "Kalau isinya mengarah pada substansi kewenangan, itu yang bermasalah," ujar Politikus Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Kamis (5/3).
Pria kelahiran Banjarbaru, Kalimantan Selatan itu menjelaskan kewenangan KPK sebagai lembaga yang menangani kasus korupsi tentu akan terganggu. Ditakutkan nantinya akan menghambat kinerja KPK kedepannya.
Aditya menyebutkan misalnya KPK hanya boleh menangani kasus di bidang pertanian, pertambangan, atau energi saja. Padahal lembaga yang dua pimpinannya di non aktifkan itu harus memberantas para koruptor dari bidang apapun.
Walaupun Aditya belum mengetahui isi inpres itu sendiri, langkah Jokowi mengambil kebijakan tersebut patut diapresiasi. Sebagai kepala negara memang sudah seharusnya Jokowi tanggap pada kasus-kasus yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Kasus KPK kian memanas setelah pimpinannya memutuskan melimpahkan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Putusan ini menuai banyak kontra dan kritikan dari aktivis penggiat anti korupsi. Untuk menangani hal tersebut melalui sekertaris kabinetnya, Rabu (4/3) kemarin presiden memutuskan untuk mengeluarkan instruksi terkait pemberantasan korupsi dimana 70 persennya fokus pada pencegahannya.