REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Industri Alat Transportasi Darat IUBTT Kementerian Perindustrian Soerjono mengatakan, wacana pemerintah untuk membuat mobil angkutan desa sebaiknya jangan bergesekan dengan mobil yang memiliki brand internasional. Kementerian Perindustrian menginginkan mobil angkutan desa adalah jenis pick up dengan harga terjangkau, yakni sekitar Rp 60 juta sampai Rp 70 juta.
Dengan harga mobil yang murah, maka ongkos produksi bisa ditekan karena menggunakan bahan baku dengan standar biasa. Sementara, menurut Soerjono, mobil merek internasional takkan mau menggunakan bahan baku atau material yang standar sehingga membuat harga produknya cenderung lebih tinggi.
"Kalau yang murah, misalnya ada kerusakan dikit gak apa-apa wong untuk di pedesaan, yang penting ban serta per-nya kuat dan bisa jalan," ujar Soerjono ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Jumat (6/3).
Soerjono mengatakan, idealnya memaang mobil angkutan desa di produksi oleh produsen lokal. Akan tetapi, produsen lokal masih mengalami banyak kendala, salah satunya yakni masalah finansial dan permodalan. Dengan keterbatasan dana, para produsen lokal terpaksa tidak bisa melakukan produksi secara masif.
"Saya lebih seneng kalau brand internasional ikut-ikutan bikin mobil murah karena biaya produksinya turun, asalkan komponennya banyak di produksi di dalam negeri," ujar Soerjono.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memiliki wacana untuk menyiapkan kajian untuk memproduksi sendiri mobil buatan dalam negeri yang digunakan bagi angkutan pedesaan. Rencana tersebut akan dikaji oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, sedangkan road map-nya akan dibuat bersama dengan Kementerian Perindustrian.
Pemerintah belum memutuskan apakah akan menggandeng industri lokal untuk memproduksi mobil angkutan pedesaan tersebut. Namun, pemerintah mengisyaratkan akan mendorong Esemka untuk memproduksi angkutan pedesaan itu.