REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sekitar 4.000 warga Filipina tetap bertahan di Libya meskipun keadaan di negara Afrika Utara itu berbahaya. Mereka bertahan karena gaji lebih tinggi
Juru bicara Departemen Luar Negeri Filipina Charles Jose, Kamis (5/3), menyatakan alasan tinggal itu terutama masalah ekonomi. Libya dilanda kemelut empat tahun belakangan.
Pemerintah tandingan dan milisi yang kuat berjuang menguasai kota utama dan kekayaan minyak negara itu. Jose mengatakan tiga pekerja minyak asal Filipina masih hilang dan diyakini ditawan di tempat kerja menyusul serangan kelompok bersenjata pada awal Februari.
Sebanyak 13 ribu warga Filipina bekerja di Libya ketika pemerintah Filipina memerintahkan pemulangan wajib pada Juli 2014. Pemerintah dan pengusaha swasta sejak itu memulangkan ribuan warga, tapi yang lain menolak karena terpikat gaji tinggi.
Banyak dari mereka adalah tenaga kesehatan yang menjadi tulang punggung petugas rumah sakit Libya dan ditawari uang yang lebih tinggi untuk tinggal. Sekitar 10 persen warga Filipina bekerja di luar negeri. Kiriman uang mereka menjadi pilar utama pendukung perekonomian negara.
Libya saat ini dikuasai dua pemerintahan berseteru. Salah satunya diakui masyarakat internasional, sementara yang lain mempunyai hubungan erat dengan kelompok garis keras. Kedua pemerintahan itu bersaing menguasai sejumlah kota utama dan ladang minyak sebagai sumber penerimaan negara.