REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan sabdatama atau pernyataan resmi, antara lain mengingatkan bahwa tatanan pemerintahan Keraton tidak perlu diperdebatkan.
Sabdatama itu disampaikan Sultan didampingi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan Adipati Puro Pakualaman Sri Paduka Alam IX di Bangsal Kencana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Yogyakarta, Jumat (6/3).
Dalam delapan butir inti sabdatama yang disampaikan menggunakan bahasa Jawa tersebut, Sultan mengatakan terkait dengan kedudukan sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sudah tertandai.
Keturunan keraton, baik perempuan maupun laki-laki belum tentu diperkenankan menduduki tahta itu.
Sebab itu, dia mengatakan siapapun tidak perlu membicarakan apalagi memutuskan ikhwal tatanan kerajaan. "Mencakup segala yang berkaitan dengan pemerintahan, yang memutuskan adalah raja," kata Sultan yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta itu.
Penyampaian sabdatama itu, dihadiri adik Sultan seperti KGPH Hadiwinoto, GBPH Prabukusumo, dan GBPH Yudhaningrat, serta seluruh abdi dalem.
Mereka yang hadir dalam penyampaian sabtama tersebut, mengenakan pakaian tradisional 'pranakan' lengkap dengan belangkon, dan sanggul bagi perempuan Adik Sultan, GBPH Yudhaningrat mengatakan persiapan penyampaian sabdatama itu, secara mendadak oleh Sultan.
Saat mengikuti penyampaian sabdatama itu, Yudaningrat juga mengaku belum mengetahui apa yang akan disampaikan Sultan. Namun setelah mendengarkan sabdatama itu, ia menyimpulkan inti dari pernyataan Sultan mengingatkan bahwa tidak setiap orang dapat menduduki kedudukan raja. "Kami tidak diperkenankan komentar," katanya.
Parentah Hageng Keraton, Kanjeng Raden Tumenggung Yudohodiningrat mengatakan sabdatama yang disampaikan Sultan tidak menyentuh persoalan peraturan daerah keistimewaan (Perdais) soal prasyarat jabatan gubernur.
Menurut dia, Sultan hanya menginginkan agar berbagai pihak tidak perlu berspekulasi soal kedudukan Raja Keraton Yogyakarta. "Tidak usah berandai-andai sebelum ada dhawuh dari raja," kata Yudohadiningrat.