REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan, penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) 2015 tentang Pemberantasan Korupsi sebagai hal mubazir. Dia menyebut, sudah ada undang-undang yang mengatur tentang korupsi di Indonesia.
"Maksimalkan undang-undang korupsi saja kenapa harus bikin baru lagi," ujar Chudry kepada ROL, Jumat (6/3).
Kebijakan Presiden Jokowi tersebut, dinilai Chudry lebih ke arah birokrasi agar dimudahkan semua hal yang menyangkut pemberantasan korupsi. Namun, menurutnya Inpres itu sendiri nantinya akan sia-sia karena kedudukannya sendiri di bawah presiden. Padahal, sudah ada UU yang mengatur hal tersebut.
Menurut pakar hukum pidana itu, Presiden Jokowi harusnya lebih memaksimalkan institusi penegak hukum yang sudah ada. Pemaksimalan itu tujuannya agar jangan sampai banyak lembaga hukum di Indonesia, tapi minim hasilnya.
Chudry menambahkan, pemerintah harusnya perlu menilik kembali kegunaan Inpres itu. Jangan sampai penerbitan instruksi itu nantinya malah memberikan wacana baru di masyarakat, seperti pelemahan KPK. Walaupun, menurutnya, Inpres sendiri tidak terkait dengan KPK sebagai lembaga independen.
Wacana penerbitan Inpres yang nantinya akan memfokuskan pada pencegahan korupsi menuai banyak pro dan kontra. Ada pihak yang mengatakan setuju penerbitan inpres ini karena nantinya akan memperkuat koordinasi KPK dengan lembaga lainnya. Sebaliknya pihak yang kontra justru menilai langkah Jokowi ini sebagai bentuk pelemahan KPK.