REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito menilai konflik elit Golkar yang terjadi saat ini terkait pendanaan politik. Hal ini lah yang nantinya akan menentukan keberpihakan berbagai faksi yang ada di partai itu.
Arie menyatakan, kondisi Golkar dulu dan kini berbeda. Saat di zaman Presiden Soeharto, pendanaan Golkar relatif aman karena saat itu mendapat dana dari pemerintah melalui politisasi birokrasi. Sekarang kata dia hal itu tidak terjadi lagi. “Pendanaan saat ini bersifat mandiri,” ujarnya, Jumat (6/3).
Dia menyatakan, tantangan bagi pemimpin Golkar saat ini adalah apa bisa menjamin pendanaan bagi partai. Ini, kata Arie, menjadi tantangan bagi kubu Aburizal Bakrie maupun kubu Agung Laksono. Soalnya, dukungan daerah berbanding lurus dengan support pendanaan. “Istilah kasarnya yang berduit lah yang emndapat dukungan,” kata dia.
Sebelumnya, Sidang MPG berakhir dengan perbedaan pendapat di antara anggota Majelis Hakim. Alhasil, majelis hakim di lembaga pengadil internal tersebut tak memiliki keputusan pasti memutuskan perkara dualisme kepengurusan Golkar.
Ketua Hakim MPG, Muladi dan Natabaya dalam putusan menyatakan, tidak menerima kehadiran dua musyawarah nasional (Munas), baik Munas Bali ataupun Munas Ancol. Sedangkan dua anggota Majelis lainnya, Andi Mattalata dan Djasri Marin sepakat menyatakan menerima permohonan Golkar Munas Ancol atas termohon Golkar Munas Bali. Keduanya setuju, mengakui kepengurusan Golkar Munas Ancol adalah kepengurusan yang sah.
Berdasarkan dari putusan mahkamah partai inilah, kubu Agung merasa menang. Ini karena dua hakim berpandangan kubu Agung yang sah secara hukum. Dari sinilah akhirnya kubu Agung, Rabu (4/3) m