REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis anti korupsi, Ray Rangkuti menilai pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK belum maksimal. Ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja lembaga yang menindak para koruptor tersebut belum efektif. Faktornya adalah jumlah koruptor yang banyak dan minimnya tenaga KPK.
"Memang belum efektif karena yang melakukan luar biasa banyak, tenaga di KPK juga sangat terbatas," kata pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia ini kepada ROL, Sabtu (7/3).
Menurutnya, kasus korupsi di Indonesia sangat banyak. Negara sudah dirugikan ratusan triliun oleh ulah pencuri uang negara itu. Jumlah koruptor yang banyak tidak diimbangi dengan jumlah penyidik KPK yang banyak juga.
Minimnya penyidik KPK diakui Ray menjadi penyebab lambannya proses penindakan perkara korupsi. Memproses satu kasus saja bisa memakan waktu berbulan-bulan karena mengungkap korupsi di Indonesia memang tidak mudah. Selain tidak mudah, resiko yang sangat besar menanti orang-orang KPK.
Oleh karena itu, butuh kerja keras dan kegilaan untuk memberantas korupsi bagi KPK. Kegilaan yang dimaksud disini adalah keberanian untuk menyatakan dengan pasti seseorang telah korupsi. Walaupun ketika melakukan kegilaan tersebut berbagai pihak yang menentang akan berteriak menjelek-jelekan lembaga hukum independen tersebut. Itulah resiko besar yang harus dihadapi KPK.
Saat ini, dua pimpinan KPK sudah dinonaktifkan karena berstatus tersangka. Menanggapi hal itu, Ray mengatakan itulah contoh kegilaan pimpinan KPK yang harus terkena hambatan dari banyak pihak. Padahal, tindakan yang dilakukan mereka sudah benar, hanya saja dukungan bagi KPK untuk memberantas musuh besar negara masih minim.