Sabtu 07 Mar 2015 20:21 WIB

Terbuang dari Cina, Muslim Uighur Lebih Hayati Budaya Turki

Rep: c 07/ Red: Indah Wulandari
Uighur women stand next to a street to wait for a bus in downtown Urumqi, Xinjiang Uighur Autonomous Region May 1, 2014.
Foto: Reuters/Petar Kujundzic
Uighur women stand next to a street to wait for a bus in downtown Urumqi, Xinjiang Uighur Autonomous Region May 1, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID,ISTANBUL--Hubungan militer dan perdagangan Turki-Cina mulai dibina dengan keinginan Turki untuk bergabung dengan Organisasi Kerjasama Shanghai. Namun, kondisi ini membuat imigran Muslim Uighur sedikit khawatir.

"Cina telah menindas kita selama seratus tahun terakhir, dan kami datang ke sini untuk kebebasan kita," Yusuf  dilansir dari Aljazirah, Sabtu (7/3).

Yusuf sendiri mengaku selama 17 tahun hidupnya dihabiskan di penjara Cina karena dituding terlibat dalam gerakan separatis di Xinjiang. Ia pun mengakui, kegiatan kelompoknya kerap diwarnai aksi kekerasan dengan aparat.

Pemerintah Cina terus berupaya melakukan pencegahan penyebaran agama Islam dan budaya di kalangan Muslim Uighur. Misalnya, puasa selama bulan suci Ramadhan dinilai perbuatan ilegal bagi para mahasiswa dan pekerja publik. Selain itu penggunaan bahasa Uighur juga dibatasi.

Akibatnya, para Muslim Uighur banyak yang memilih untuk pindah dan berlindung ke negara-negara tetangganya, seperti negara-negara Asia Tengah dan Turki. Lantaran di negara-negara tersebut memiliki bebagai kesamaan bahasa dan budaya dengan mereka.

Doktor Antropologi Universitas Aberdeen Alessandro Rippa menjelaskan, para muslim Uighur sangat disambut baik oleh para saudaranya bangsa Turki.

Medio bulan Januari 2015, Turki membantu penampungan sekitar 500 warga Uighur yang datang dari Malaysia dan Thailand. Bahkan meskipun tidak ada statistik yang resmi, jumlah muslim Uighur yang saat ini tinggal di Turki mencapai puluhan ribu jiwa.

Hidyetullah Gokturk, salah seorang tokoh Uighur di Zeytinburnu menuturkan, saat ini bangsa Turki telah menerima para muslim Uighur.

Mereka bahkan menganggap Muslim Uighur berbudaya lebih Turki daripada mereka. Padahal pada 40 tahun yang lalu, Muslim Uighur dianggap kelompok pengungsi yangnegatif.

"Sekarang ketika kita memberitahu orang-orang kita Uighur, 'Anda bahkan lebih Turki dari kita'. Mereka menghargai kami begitu banyak," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement